SOLOPOS.COM - Setya Novanto (Rahmatullah/JIBI/Bisnis)

Pencatutan nama Jokowi-JK bakal ditentukan malam ini. Keinginan sejumlah anggota MKD untuk membentuk panel dikritik Dien Syamsuddin.

Solopos.com, JAKARTA — Pilihan enam anggota Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) yang di antaranya berasal dari Fraksi Golkar, Gerindra, dan PPP untuk menyatakan Setya Novanto melakukan pelanggaran berat memang mengejutkan. Apalagi putusan pelanggaran berat ini punya konsekwensi ada proses lanjutan yang panjang melalui sidang panel dan membuka kemungkinan putusan lain.

Promosi Jangkau Level Grassroot, Pembiayaan Makro & Ultra Mikro BRI Capai Rp622,6 T

Apa yang terjadi di MKD ini dikritik mantan Ketua PP Muhammadiyah Dien Syamsuddin sebagai lelucon. Dia sepakat pelanggaran Setya Novanto masuk kategori berat, tapi bukan untuk membuka proses lebih panjang melalui sidang panel.

“Ini adalah sinetron, stand up komedi yang lucu di MKD, karena sesunguhnya apa yang disidangkan di MKD itu sudah jelas. Pelanggaran Setya Novanto itu sebuah pelanggaran berat,” kata Din dalam wawancara via satelit dengan Metro TV, Rabu (16/12/2015) malam.

“Saya tidak setuuju panel, MKD bisa melakjuikan terobosan hukum politik,” sambungnya. Baca: Golkar-Gerindra Sebut Pelanggaran Setya Novanto “Berat”, Ini Analisisnya.

Menurutnya, fakta pelanggaran Setya Novanto sudah terang benderang. Dia pun meminta Setya Novanto untuk mundur dari jabatannya sebagai Ketua DPR. “Seorang pejabat dan elite politik seharusnya menampilkan sikap politik, amanah, berbesar jiwa dan siap mundur dari jabatan publik jika terbukti melakukan pelanggaran etik. Tidak perlu lagi proses, tidak perlu panel,” kata Dien.

Dien mengingatkan agar MKD tak bermain-main dengan memperpanjang proses sidang etik ini dengan pembentukan panel. “Kalau ini terjadi, rakyat akan lebih marah lagi kepada DPR.”

Sementara itu, anggota MKD dari Fraksi PPP, Dimyati Natakusumah, mengklaim fraksinya bersikap konsisten terkait sikap terhadap kasus dugaan pelanggaran etik Setya Novanto. Dia membantah kesimpulan “pelanggaran berat” merupakan cara untuk memperpanjang proses.

“Kita tidak main intrik, kita tegas saja. Panel itu para ahli independen, para ahli profesor bersidang, tidak seperti yang ada ini. bukannya mengecilkan, anggota dpr kan keilmuannya tidak sama, apakah dia diberhentikan sementara atau seterusnya. Empat orang itu [anggota panel] independen, dan tiga dari unsur pimpinan,” katanya saat diwawancarai TV One di luar ruang sidang MKD.

Menurutnya, kesimpulan pelanggaran sedang dengan sanksi pencopotan jabatan sebagai Ketua DPR masih memungkinkan Setya Novanto menduduki jabatan pimpinan DPR. “Kita ingin sanksi berat, jangan main-main lagi. Ini bisa jadi pimpinan dewan, pimpinan banggar, dan lain-lain,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya