Pemilu Belanda digelar hari ini di tengah sentimen anti-Islam yang memanas di negara itu.
Solopos.com, JAKARTA — Masyarakat Belanda hari ini melaksanakan pemilu presiden yang dinilai sebagai ujian atas keampuhan kampanye anti imigran dan semangat nasionalisme akibat perseteruan pemerintah negara itu dengan Turki.
Promosi Mudah dan Praktis, Nasabah Bisa Bayar Zakat dan Sedekah Lewat BRImo
Partai kanan tengah (VVD) pimpinan Perdana Menteri Mark Rutte, 50, akan bertarung dengan Partai Kebebasan (PVV) yang populis, anti Islam, dan anti Uni Eropa, pimpinan Geert Wilders. Kedua partai akan membentuk koalisi partai terbesar di parlemen sebagaimana dikutip Reuters, Rabu (15/3/2017).
Wilders yang bertekad akan mengurangi penduduk beragama Islam di Belanda di atas kertas tidak punya peluang untuk membentuk sendiri pemerintahan. Pasalnya, semua partai besar telah berjanji tidak akan berkoalisi dengannya. Akan tetapi kalau PVV yang menang, maka seluruh Eropa akan guncang.
Selasa (14/3/2017) lalu, Mark Rutte dan Wilders saling tuding soal Turki dan masa depan negeri itu di Uni Eropa. Belanda terlibat perang kata dengan Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, terkait pengusiran terhadap dua menteri Turki dari negara itu. Kedua pejabat diusir dan tidak jadi berpidato dalam rapat umum yang digelar oleh warga keturunan Turki di Rotterdam.
Bagi Turki, kehadiran kedua menterinya itu sangat penting untuk berbicara di depan warga Belanda-Turki terkait masalah referendum demi melanggengkan kekuasaan Erdogan. Alasannya, warga Belanda-Turki memiliki hak pilih dalam referendum tersebut.
Aksi perang kata ini menjadi santapan Wilders untuk menghantam Rutte di perdebatan nasional tersebut. Pria berusia 53 tahun itu mengatakan seharusnya Belanda melemparkan duta besar Turki dan para stafnya keluar dari negeri Kincir Angin. “Anda disandera oleh Erdogan. Tutup perbatasan Belanda,” ucap Wilders pedas di acara debat nasional selama 30 menit di televisi.