Jakarta– Pemerintah menawarkan kontrak baru pengembangan gas metana batubara (coal bed methane/CBM) sebagai alternatif kontrak bagi hasil (production sharing contract/PSC) yang berlaku sekarang ini.
Dirjen Migas Kementerian ESDM Evita Legowo di Jakarta, Jumat mengatakan, opsi kontrak CBM bertujuan mempercepat pemanfaatan energi alternatif tersebut.
Promosi Simak! 5 Tips Cerdas Sambut Mudik dan Lebaran Tahun Ini
“Saat ini, kami sedang memfinalisasi draf kontrak baru itu,” katanya.
Menurut Evita Legowo , kontrak baru memungkinkan pemanfaatan gas CBM saat masih proses “dewatering” atau penghilangan kandungan airnya.
Evita mengatakan, kontrak model baru itu berupa “gross” PSC atau hasil produksi langsung dibagi antara pemerintah dengan kontraktor tanpa “cost recovery” (pemulihan biaya).
Artinya, biaya pengembangan CBM yang dikeluarkan kontraktor tidak menjadi beban negara. Sedangkan, model kontrak yang digunakan sekarang merupakan “net” PSC yang hasilnya dibagi setelah dikurangi “cost recovery.”
“Nantinya, kontraktor bisa memilih memakai “gross” atau “net” PSC,” kata Evita.
Pilihan kontrak CBM itu, tambahnya, akan ditawarkan kepada kontraktor yang telah menandatangani kontrak maupun belum. “Mereka bisa hitung lagi,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Hulu Migas Kementerian ESDM Edy Hermantoro menambahkan, kontrak bentuk baru memungkinkan pemanfaatan gas CBM sebelum persetujuan rencana pengembangan (plan of development/POD).
Sementara, pada model PSC yang biasa digunakan, gas baru bisa dikembangkan setelah POD ditandatangani. Pemerintah menargetkan produksi CBM bisa mulai dilakukan pada 2011.
CBM adalah gas alam jenis metana yang berada dalam batubara. Potensi CBM diketahui terdapat di 11 cekungan dengan besar cadangan 453,3 triliun kaki kubik (TCF) yang 112,47 TCF di antaranya merupakan cadangan terbukti dan 57,60 TCF lainnya potensial.
ant/isw