SOLOPOS.COM - Suasana ruang kontrol lalu lintas penerbangan. Perum Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia akan mengganti alat navigasi di Bandara Soekarno-Hatta dengan Emergency- Jakarta Automated Air Traffic Control System atau E-JAATS di Bandara Soekarno-Hatta pada April 2013 demi peningkatan kualitas layanan navigasi dan keselamatan penerbangan. (bandarudara.com)

Solopos.com, JAKARTAJalan yang ditempuh Indonesia dan Singapura masih panjang seusai menyepakati pengesahan perjanjian wilayah informasi penerbangan (Flight Information Region/FIR) atas ruang udara Natuna dan Kepulauan Riau. Pemerhati penerbangan dari Jaringan Penerbangan Indonesia (Japri) Gerry Soejatman menjelaskan kedua negara perlu mengajukan bersama realignment atau penyusunan kembali FIR kepada Organisasi Penerbangan Sipil Dunia (International Civil Aviation Organization/ICAO).

“Ini baru pengukuhan, langkah-langkah yang harus diambil Singapura dan Indonesia masih banyak,” ujarnya, Kamis (8/9/2022).

Promosi Aset Kelolaan Wealth Management BRI Tumbuh 21% pada Kuartal I 2024

Selama ini, lanjutnya, dengan wilayah Kepri dikelola oleh FIR Singapura, biaya navigasi atau pelayanan lalulintas udara yang dipungut hanyalah berasal dari 20 persen total wilayah Kepri yang digunakan untuk pergerakan pesawat antara Singapura dan Jakarta. Meskipun pungutan tersebut 100 persen diberikan ke Indonesia, Singapura tidak memungut biaya lagi untuk navigasi dan pelayanan lalu lintas udara.

Baca Juga Kesalahan Fatal Indonesia Biarkan Singapura 76 Tahun Kuasai Ruang Udara Natuna

Dia menuturkan dengan realignment FIR ini, maka biaya navigasi dan pelayanan lalu lintas udara bisa dipungut untuk 100 persen ruang udara wilayah Kepri, kecuali untuk area sekitar 180 km dari Singapura, akan dipungut oleh Indonesia sendiri. Senada, Masyarakat Hukum Udara Andre Rahadian menilai peningkatan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) bisa dicapai seiring kembalinya pergerakan di atas Wilayah FIR baru Indonesia. Namun, penambahan PNBP bukan hal utama yang dikejar.

Kondisi ini harus dilihat sebagai kesempatan untuk meningkatkan kapasitas pelayanan navigasi dan kemampuan radar Indonesia untuk mengahadapi tren navigasi udara diberikan secara terpadu, seperti di Uni Eropa. “Sekali lagi implementasi FIR ini masih tergantung aturan akses ke ruang udara untuk latihan pesawat tempur Singapura,” terangnya.

Hal-hal lain yang masih perlu diselesaikan adalah terkait dengan Perjanjian Kerja Sama Pertahanan (DCA), dan Perjanjian Ekstradisi. Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) berhasil merebut ruang udara di Natuna dari Singapura melalui Pengesahan Perjanjian FIR Indonesia dan Negeri Singa.

Kepala Negara menuturkan ruang udara Indonesia yang berada di atas Kepulauan Riau dan Natuna telah lama dikelola oleh Singapura. Berkat kerja sama semua pihak, saat ini pengelolaan ruang udara di atas Kepulauan Riau dan Natuna kembali kepada NKRI.

Berita ini telah tayang di Bisnis.com dengan judul Jalan Panjang Pemerintah Usai Rebut Ruang Udara dari Singapura

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya