SOLOPOS.COM - Sejumlah haul truck dioperasikan di area tambang terbuka PT Freeport Indonesia di Timika, Papua, Sabtu (19/9/2015). (Antara)

Pemerintah Indonesia dan Freeport kembali berunding dan menghasilkan beberapa kemajuan. Namun, sebagian lainnya masih buntu.

Solopos.com, JAKARTA — Pemerintah menyatakan akan tetap menerapkan sistem perpajakan prevailing yang disertai beberapa catatan untuk Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) PT Freeport Indonesia (PTFI).

Promosi Waspada Penipuan Online, Simak Tips Aman Bertransaksi Perbankan saat Lebaran

Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Teguh Pamudji mengatakan pembahasan mengenai masalah perpajakan, yang dirangkum oleh PTFI sebagai isu stabilitas investasi, mulai mengerucut pada satu opsi. “Yang menguat itu bahasannya adalah prevailing kemudian di-lock,” katanya, Selasa (4/7/2017).

Dia menjelaskan setiap rencana perubahan besaran pajak akan dilakukan di awal. Menurut Teguh, jangan sampai ketentuan prevailing justru menyulitkan investor, dalam hal ini PTFI, untuk menghitung nilai investasi secara lebih riil.

Yang jelas, tambahnya, negara harus lebih diuntungkan dengan ketentuan fiskal yang baru tersebut. Selain isu stabilitas investasi, pemerintah dan PTFI pun masih membahas tiga isu lainnya, yakni divestasi, pembangunan smelter, dan perpanjangan operasi.

Untuk divestasi, pemerintah dan PTFI masih menemui jalan buntu. PTFI yang membangun tambang bawah tanah masih ingin kewajiban divestasinya sebesar 30% atau sesuai dengan kesepakatan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 77/2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.

Namun, berdasarkan PP No. 1/2017 yang mengubah beberapa ketentuan dalam PP No. 77/2014, ketentuan divestasi diubah menjadi 51% kendati perusahaan yang bersangkutan membangun tambang bawah tanah. “Pokoknya posisi pemerintah sudah yang 51% itu,” tutur Teguh.

Terkait perpanjangan operasi, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono menegaskan pemerintah belum memberikan kepastian operasi PTFI diperpanjang hingga 2041. Dia menyatakan berdasarkan UU No. 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, perpanjangan bisa dilakukan 2×10 tahun setelah masa operasinua habis.

Artinya, PTFI berhak mengajukan perpanjangan hingga 2041. “Sudah jelas perpanjangan 2×10 tahun dan belum [kepastian]. Jadi, harus ada evaluasi. Tapi, Freeport juga belum mengajukan,” ujarnya.

Juru bicara PTFI Riza Pratama mengatakan kepastian perpanjangan operasi tersebut masih terus dibahas dengan pemerintah. Terkait kemungkinan pemberian perpanjangan pertama selama 10 tahun pun belum disampaikan secara formal.

Dia menyatakan pihaknya tetap pada posisi semula, yakni menginginkan kepastian perpanjangan operasi hingga 2041. “Kita masih menginginkan untuk sampai 2041 sementara perundingan masih tetap berjalan,” tuturnya.

Adapun investasi yang sedang berjalan mencakup US$15 miliar untuk pengembangan tambang bawah tanahnya dan US$2,3 miliar untuk tambahan kapasitas fasilitas pemurnian (smelter) sebanyak 2 juta ton konsentrat tembaga per tahun.

Namun, lanjut Riza, skenario tersebut akan berjalan mulus apabila pemerintah memberikan kepastian perpanjangan operasi hingga 2041. “Investasi akan sangat besar dan akan berat karena pembangunan smelter juga kan mahal banget,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya