SOLOPOS.COM - Ilustrasi aktivitas ekspor di pelabuhan. (JIBI/Solopos/Dok.)

ilustrasi. (dok JIBI/BISNIS)

Solo (Solopos.com)--Peluang ekspor ke 10 negara terbuka menyusul disepakatinya penurunan tarif minimal 20% untuk produk tertentu.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Keringanan yang bakal menguntungkan eksportir ini ditetapkan dalam Protokol Sao Paulo, yang Jumat (28/10/2011) disosialisasikan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) di Solo.

Protokol itu disepakati 11 negara, termasuk Indonesia. Negara-negara tersebut adalah Argentina, Brazil, Paraguay dan Uruguay, yang tergabung dalam Mercusor (telah terbentuk sebelum Protokol Sao Paulo), Mesir, Korea, Malaysia, Kuba, India, dan Maroko.

Direktur Perdagangan, Perindustrian, Investasi, dan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Kemenlu Indonesia, Ade Petranto, dalam paparannya di hadapan pelaku ekspor Soloraya, pengusaha dan sejumlah instansi pemerintah, dalam acara Sosialisasi Pengembangan Kerjasama Ekonomi Selatan-Selatan Melalui Implementasi Protokol Sao Paulo Dalam Rangka Global System of Trade Preference (GSTP), di Hotel Novotel, Jumat, menjelaskan Protokol Sau Paulo memberi peluang eksportir mengembangkan pasar ekspor.

Selama ini, arah ekspor melulu tertuju ke negara-negar Eropa dan Amerika Serikat, dan beberapa Timur Tengah. Dengan adanya Protokol Sao Paulo maka eksportir Indonesia bisa mengembangkan pasar ke negara-negara tersebut.

Sosialisasi di Solo sendiri adalah sosialisasi di kota ketiga, setelah Kemenlu melakukan sosialisasi hal serupa di Yoyakarta dan Bandung. Pihak panitia dari Kemenlu, Herfino Husnaidi, menambahkan Solo dipandang sebagai salah satu kota yang memiliki banyak pelaku ekspor.

Diharapkan, dengan sosialisasi ini, pandangan eksportir terbuka untuk mulai serius menggarap pasar yang selama ini terabaikan, seperti Amerika Latin; Argentina, Brazil, Maroko, Kuba, dan Mesir.

Kenyataan bahwa negera-negara tersebut adalah negara berkembang memungkinkan produk dari Indonesia masuk dan diterima pasar.

“Protokol Sao Paulo ini akan membuka pasar baru, karena ada keringanan dalam hal biaya. Misalnya ekspor ke Brazil diberlakukan ketentuan pajak. Maka eksportir Indonesia mendapat keringanan 20% dari nilai pajak itu,” jelas Herfino.

Di sisi lain, kalangan pengusaha menyambut positif atas Protokol Sao Paulo. Kendati demikian, mereka sangsi apakah protokol tersebut tidak cukup berarti.

Menurut Ketua Asosiasi Industri Permebelan & Kerajinan Indonesia (Asmindo) Solo, David R Wijaya, mengatakan ada hal lebih penting dari sekedar insentif berupa pemotongan biaya 20%.

Hal dimaksud mengenai informasi kondisi pasar di sepuluh negara tujuan dan kepastian mengenai sistem pembayaran di negara tersebut. David menilai tanpa tahu pasar, meski ada insentif, eksportir tetap kesulitan.

Selama ini, dia menjelaskan eskportir mebel ke 10 negara tersebut memang terbatas. Beberapa eksportir sempat menembus pasar Brazil dan India. Namun, jumlahnya tak banyak.

Diperkirakan, nilai ekspor Soloraya ke negara-negara tersebut kurang dari 5%. Bahkan, tak jarang eksportir harus bersaing dengan pengusaha lokal yang lebih paham pasar di negaranya sendiri.

“Di Brazil pesaing kita adalah pengusaha lokal. Mereka kan juga punya jati. Saya harap hal semacam ini juga diperhatikan,” pungkas dia.

(tsa)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya