SOLOPOS.COM - 40 siswa Sekolah Luar Biasa (YPAC) D/D1 mengikuti assement kesehatan di aula YPAC Solo, Sabtu (22/7/2023). (Solopos.com/Dhima Wahyu Sejati)

Solopos.com, SOLO—Pelayanan anak berkebutuhan khusus (ABK) di sekolah perlu melibatkan lintas profesi seperti fisioterapis, dokter, psikolog, guru, dan orang tua. Hal ini bertujuan siswa ABK mendapatkan pembelajaran yang tepat ketika di sekolah.

“Harusnya tanggung jawab secara menyeluruh. Selama ini belum terintegrasi dan masih sendiri-sendiri,” kata Kepala Fisioterapi YPAC Solo, Nugraheni Agustianingsih kepada Solopos.com, Senin (24/7/2023).

Promosi Digitalisasi Mainkan Peran Penting Mendorong Kemajuan UMKM

Menurut dia, ABK juga menjadi kewajiban bersama baik orang tua, dokter, dan terapis. Nugraheni menyebut pelayanan terapis juga harus melibatkan fisioterapis, okupasi terapis, terapis wicara, dokter rehab medis, dokter ortopedi, dokter anak, psikolog, guru, dan masyarakat.

“Anak-anak [berkebutuhan khusus] tidak hanya membutuhkan satu penanganan, semua ABK membutuhkan penanganan yang kolaboratif secara konsisten dan menyeluruh,” lanjut dia.

Terlebih ketika mempersiapkan ABK masuk sekolah. Berdasar pengalamannya sejauh ini kebanyakan ABK mengalami masalah kesehatan lantaran sebelumnya belum disiapkan untuk mengikuti kegiatan belajar mengajar.

‘Di sekolah terkadang mereka jatuh sakit, secara psikis juga kurang. Jadi mereka masih membutuhkan pelayanan terapi dan pelayanan medis,’ kata dia.

Menurut dia, di sekolah terkadang belum ada kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan ABK. Padahal ABK memiliki masalah dan kendala masing-masing ketika belajar. “Maka sekali lagi, dalam hal ini memang perlu adanya kolaborasi dengan sekolah,” kata dia.

Dia mencontohkan cara pelayanan siswa ABK misal ketika pihak fisioterapis menargetkan anak bisa duduk tegak di sekolah satu jam kali tiga, maka perlu menginformasikan ke sekolah.

“Kasus lain misal siswa ABK belum bisa mencapai kemampuan untuk menulis menggunakan motorik halus seperti standar yang harus dipakai di kurikulum kelas 1,” ujar dia.

Dalam mempersiapkan melatih ABK menggunakan motorik halus, sebelum diajarkan di sekolah, menurut dia, bisa melibatkan okupasi terapis guna menyiapkan anak untuk menerima standar kompetensi tersebut. 

Kepala SLB D YPAC Solo, Jalaludin Khawarizmi, menyebut anak didiknya rata-rata memiliki kebutuhan khusus secara fisik atau disabilitas fisik. Menurut dia, memang perlu ada kolaborasi dengan dokter dan terapis berupa assessment terhadap siswa.

Assessment yang dimaksud merupakan proses pengumpulan informasi dari siswa secara menyeluruh. Informasi tersebut berkenaan dengan kondisi dan karakteristik kelainan, kelebihan dan kelemahan. Nantinya menjadi dasar dalam penyusunan program pembelajaran.

“Terutama untuk melakukan assessment ke anak-anak kami yang rata-rata pengguna kursi roda. Apalagi dari sisi sekolah assessment di bidang kesehatan sangat kita butuhkan, selain juga assessment di bidang pendidikan,” kata dia

Dia mengetakan assessment kesehatan yang diperlukan siswa dengan kebutuhan khusus meliputi okupasi terapi, terapi wicara, dan fisioterapi. Assessment tersebut bertujuan mengetahui kendala anak yang perlu ditindaklanjuti oleh pihak sekolah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya