SOLOPOS.COM - Patrialis Akbar setelah ditahan KPK terkait kasus suap. (JIBI/Antara)

KPK menangkap hakim MK Patrialis Akbar dalam kasus dugaan suap.

Solopos.com, JAKARTA — Eks Ketua Komisi Yudisial Suparman Marzuki menilai proses perekrutan hakim Mahkamah Konstusi (MK) harus segera dirombak, baik di presiden, DPR dan Mahkamah Agung (MA).

Promosi Tanggap Bencana Banjir, BRI Peduli Beri Bantuan bagi Warga Terdampak di Demak

Hal itu diungkapkan Suparman menyikapi penangkapan salah satu hakim MK, Patrialis Akbar, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (26/1/2017). Patrialis diduga menerima suap dari pengusaha impor daging, Basuki Hariman, untuk memuluskan uji materi Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Menurut Suparman, tidak ada jalan lain untuk memperbaiki “benteng terakhir” konstitusi itu, selain dengan membenahi dari hulu.

“Harus ada kesamaan mekanisme antara DPR, Mahkamah Agung dan presiden dalam merekrut hakim MK. Sehingga akan menghasilkan suatu kualitas hakim yang sama,” ujar Suparman saat menghadiri diskusi publik bertajuk Lagi, Korupsi di Mahkamah Konstitusi, di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (28/1/2017).

Suparman menambahkan dalam menjaring calon hakim MK, baik presiden, MA dan DPR harus menerapkan keterbukaan dan transparan kepada publik. Sehingga tidak membuat persepsi di masyarakat bahwa hakim itu merupakan titipan dari pihak tertentu.

“Kalau sekarang ini kan tidak ada mekanisme yang mengatur. Pemilihannya hanya sesuai selera dari ketiga lembaga itu,” ujar dia seperti dikutip dari Okezone.

Suparman menegaskan harus ada inisiatif dari internal MK sendiri untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh agar kejadian serupa tak terulang. Pasalnya, hanya dengan menggelar konferensi pers dan meminta maaf tak cukup untuk mengembalikan muruah MK.

Sementara itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan melakukan proses penggantian hakim bila MK mengirimkan surat permintaan penggantian hakim konstitusi Patrialis Akbar yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.

“Sampai saat ini, belum ada surat terkait pemberhentian hakim yang dijadikan tersangka oleh KPK itu. Apabila pada waktunya nanti ada keputusan perihal hakim yang menjadi tersangka itu, Presiden pasti akan langsung melakukan proses penggantian,” kata Staf Khusus Presiden bidang Komunikasi Johan Budi di Kompleks Istana Presiden di Jakarta, Jumat.

Presiden Prihatin

KPK menetapkan Patrialis Akbar sebagai tersangka penerima suap kasus dugaan suap kepada hakim MK terkait dengan uji materi UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan Dan Kesehatan Hewan.

Ia diduga menerima US$20.000 dan 200.000 dolar Singapura (sekitar Rp2,1 miliar) dari Direktur Utama PT Sumber Laut Perkasa dan PT Impexindo Pratama Basuki Hariman melalui Kamaludin.

Ketua MK Arief Hidayat pada Kamis (26/1/2017) mengatakan akan mengajukan surat ke Presiden terkait permohonan pemberhentian sementara Patrialis sedangkan bila Majelis Kehormatan MK mengambil keputusan yang bersangkutan telah melakukan pelanggaran berat, maka MK pun segera mengajukan permintaan pemberhentian tidak dengan hormat Patrialis.

“Presiden prihatin sekali karena Mahkamah Konstitusi ini kan benteng terakhir konstitusi yang berkaitan dengan hukum. Ini yang kedua kalinya. Di tengah-tengah upaya semua pihak untuk memberantas korupsi, ternyata masih ada hakim yang tertangkap oleh KPK. Presiden prihatin, sangat prihatin,” tambah Johan dilansir Antara.

Dalam kasus ini Patrialis bersama dengan orang kepercayaannya Kamaludin disangkakan pasal 12 huruf c atau pasal 11 UU No 31/1999 sebagaimana diubah UU No 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama seumur hidup atau 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Tersangka pemberi suap adalah Basuki dan sekretarisnya, Ng. Fenny, yang disangkakan pasal 6 ayat 1 huruf a atau pasal 13 UU No 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 dengan ancaman pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun serta denda paling kecil Rp150 juta dan paling banyak Rp750 juta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya