SOLOPOS.COM - Anas Urbaningrum (dok)

Anas Urbaningrum (dok)

JAKARTA--Kader Partai Demokrat makin kuat menyoroti adanya partai yang dinilai tidak konsisten dengan kontrak  koalisi, yang dinyatakan saat pertemuan konsolidasi dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang juga Ketua Dewan Pembina partai tersebut  hari ini.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum mengatakan tentunya diyakini partai yang berkoalisi memahami rincian isi kontrak koalisi yang juga  ditandatangai oleh Presiden SBY yang juga sebagai Ketua Koalisi dan Wapres.

“Intinya adalah bagaimana kontrak koalisi itu bisa ditegakkan dengan baik,” kata Anas dalam jumpa pers usai rapat konsolidasi kader Partai Demokrat dengan Ketua Dewan Pembina Susilo Bambang Yudhoyono di kantor Partai Demokrat hari ini.

Saat jumpa pers, Anas didampingi  Sekjen Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono,
Ketua Departemen Kominfo Ruhut Sitompul, Wakil Sekjen Saan Mustofa, Wakil Ketua Umum Joni Alen Marbun, Direktur Eksekutif Toto Riyanto.

Ketika ditanyakan apakah koalisi akan  ada memberikan sanksi pada Partai Keadilan Sejahtera, Anas hanya menjawab pada intinya semuanya akan kembali terpulang pada kontrak koalisi. Anas mengatakan dalam kontrak koalisi ada komitmen  dan ikatan kebersamaan untuk membangun pemerintahan tahun 2009-2014.

“Kok (diistilahkan) cerai, bagaimana.  Sukanya cerai talak. Intinya adalah bagaimana kontrak koalisi itu bisa ditegakkan dengan baik,” kata Anas merespons pertanyaan wartawan apakah koalisi  kemungkinan bakal menceraikan PKS.

Anas mengatakan memang telah terjadi dinamika politik yang menjelaskan ada pihak yang dinilai ke luar dari komiten dan kontrak koalisi, maka sepatutnya dikembalikan pada sistem tersebut.

Presiden Yudhoyono yang juga Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat serta Ketua Koalisi, ujarnya, tentu berpedoman pada kontrak koalisi tersebut.

“Bagaimana sistem yang akan bekerja. Politik itu boleh panas tapi kepala tidak boleh meledak,” kata Anas.

Seperti diketahui rapat paripurna DPR-RI memilih Opsi II.  Berdasarkan Opsi II tersebut,  pemerintah memiliki ruang untuk menaikkan harga BBM kalau terjadi deviasi di atas 15% dari Indonesia Crude Price (ICP) selama 6 bulan. Opsi I adalah tidak menaikkan harga BBM sama sekali.

Sidang paripurna memutuskan opsi kedua menjadi keputusan DPR karena mendapatkan suara terbanyak yaitu 356 suara. Sementara opsi pertama hanya dipilih 83 suara. Sebanyak 93 anggota parlemen yaitu dari PDI Perjuangan dan Partai Hanura melakukan walk out.

Fraksi Partai Demokrat, Partai Amanat Nasional, Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Golkar memilih Opsi II.

Partai Keadilan Sejahtera dan Partai Gerindra tetap memilih Opsi I yang menolak kenaikan harga BBM. Dua politisi PKB yaitu Effendi Choirie dan Lily Wahid juga memilih opsi ini.

Sementara  partai yang berkoalisi dengan pemerintah adalah Partai Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Amanat Nasional, dan Partai Golkar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya