SOLOPOS.COM - Ilustrasi pajak. (JIBI/Harian Jogja/Reuters)

Pajak barang mewah untuk perumahan tidak mempengaruhi daya beli properti di DIY.

Harianjogja.com, JOGJA- Menteri Keuangan merevisi aturan tentang pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 atas barang sangat mewah. Revisi tersebut dinilai akan mengoreksi nilai pasaran sektor properti di Jogja meskipun tidak signifikan.

Promosi BRI Borong 12 Penghargaan 13th Infobank-Isentia Digital Brand Recognition 2024

Ketua DPD Real Estate Indonesia (REI) DIY Nur Andi Widjayanto menilai revisi tersebut tidak akan berdampak drastis terhadap penjualan properti. Menurut dia, koreksi tersebut dari sisi harga per unit hanya berdampak tipis pada konsumen.

“Konsumen yang memiliki perumahan mewah, misalnya di atas Rp500 juta, secara ekonomi sangat mampu dan punya daya beli yang baik. Bisa dipastikan, dinamika bisnis sektor properti di DIY masih akan berjalan normal,” ujarnya, Senin (26/1/2015).

Disebutkan Andi, perumahan mewah dengan nilai jual lebih dari Rp500 juta hanya menempati porsi 20% dari unit-unit perumahan yang dibangun anggota REI di DIY. Adapun selama 2014 kemarin, REI DIY membangun sekitar 3000 unit perumahan. Sedangkan jumlah perumahan seharga Rp2 miliar ke atas hanya beberapa saja.

“Karena jumlah unit harga rumah sebesar itu sedikit di Jogja, maka kebijakan pemerintah tidak terlalu dikawatirkan,” kata Andi.

Efek kenaikan harga rumah dapat membebani baik konsumen maupun pengembang, disebabkan oleh faktor inflasi atau adanya kenaikan harga pokok penjualan. Misalnya, harga tanah yang naik. Artinya, kenaikan pajak yang dibebankan tidak terlalu berpengaruh karena konsumen pasti memilikirkan rumah sebagai investasi jangka panjang.

“Tapi, kalau harga tanah yang naik drastis, itu cukup berpengaruh terhadap penjualan rumah. Sebab, komponen ini yang memiliki porsi 50 persen dari total biaya perumahan,” katanya.

Andi mengatakan adanya perluasan pengenaan PPh 22 tersebut semestinya disertai dengan peningkatan pembangunan infrastruktur secara signifikan. Dengan begitu, bisnis properti sebagai bagian dari sistem infrastruktur juga merasa nyaman dan tidak dirugikan.

Seperti diketahui, Direktorat Pajak, Kementerian Keuangan tengah mengusulkan revisi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.03/2008 tentang pengenaal PPh 22 untuk menggenjot penerimaan negara. Dalam revisi tersebut, objek pemungutan diperluas. Di antaranya, rumah beserta tanah dengan harga jual atau pengalihan di atas Rp2 miliar atau luas bangunan lebih dari 400 meter persegi. Sementara apartemen, kondominium dan sejenisnya senilai di atas Rp2 miliar dan luas bangunan lebih dari 150 meter persegi juga tak lepas dari pengenaan pajak barang sangat mewah tersebut.

Menanggapi hal itu, Manager marketing Citra Grand Mutiara Florentia Tisila mengaku tidak kawatir dengan kebijakan tersebut. Alasannya, jumlah unit yang tersisa hanya 15-20% saja dari 350 unit yang disediakan. Apalagi, perumahan mewah di jalan Wates Gamping Sleman tersebut, hanya menyisakan unit perumahan di bawah Rp2 Miliar.

“Jadi, kebijakan tersebut tidak berpengaruh bagi kami. Kami hanya melihat, prospek bisnis properti di DIY masih berjalan baik tahun ini,” tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya