Ormas Gafatar sudah difatwa sesat oleh MUI. Pemerintah diminta mencegah diskriminasi dan kekerasan terhadap kelompok serupa.
Solopos.com, JAKARTA — Pemerintah harus mengembangkan mekanisme antisipasi kekerasan dan diskriminasi terhadap kelompok yang mendapatkan fatwa sesat dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Promosi BRI Kembali Gelar Program Pemberdayaan Desa Melalui Program Desa BRILiaN 2024
Wakil Ketua Komisi Nasional Anti-Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Yuniyanti Chuzaifah, mengatakan pihaknya mencatat banyak aksi inkonstitusional yang dilakukan kepada kelompok minoritas yang dinyatakan sesat, seperti Syiah, Ahmadiyah, dan Gafatar.
Komnas Perempuan mencatat dalam setiap konflik yang berbasis agama dan keyakinan selalu berimplikasi terhadap kesengsaraan dan pemiskinan. Pemiskinan yang disebabkan oleh pengusiran itu juga kemudian berpotensi secara signifikan memicu kekerasan terhadap perempuan.
“Untuk mengatasi tersebut, Presiden Joko Widodo [Jokowi] harus memerintahkan Menteri Agama mengembangkan mekanisme antisipasi kekerasan dan diskriminasi terhadap kelompok yang dijatuhi fatwa sesat,” katanya di Jakarta, Jumat (5/2/2016).
Yunitanti menuturkan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) juga harus membatalkan seluruh kebijakan daerah yang diskriminatif. Selain itu, pemerintah memastikan kepala daerah menjalankan kewajibannya dengan tetap menghormati hak asasi manusia dan tidak segan untuk memberikan sanksi kepada pihak yang memicu tindakan diskriminatif.
Sejalan dengan itu, lanjut Yuniyanti, Kapolri juga harus tegas dalam melakukan pencegahan dan penindakan kepada pelaku kekerasan, terutama kelompok anarkis yang mengatasnamakan agama atau kelompok tertentu.
Menurutnya, pemerintah harus segera melakukan upaya pemulihan terhadap kelompok minoritas yang mendapat fatwa sesat dari MUI. Upaya itu kemudian dilaksanakan dengan rekonsiliasi dan perdamaian di tingkat masyarakat, dan memperkuat penghargaan terhadap keberagaman.