SOLOPOS.COM - Sisa formulir eksodus besar-besaran yang dilakukan ormas Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) berserakan di bekas kantor sekaligus lokasi homeschooling di Dusun Kadisoko RT002/RW001 Purwomartani, Kalasan, Sleman, Senin (11/1/2016). (Sunartono/JIBI/Harian Jogja)

Orang hilang yang diduga terkait Gafatar kian menyita perhatian polisi. Kata Polri, di Gafatar tak wajib salat dan puasa.

Solopos.com, JAKARTA — Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol. Anton Charliyan menyatakan organisasi masyarakat (ormas) Gafatar menggunakan pendekatan kasih sayang dan antikekerasan untuk menarik minat para pengikutnya. Ini merupakan tanggapan banyaknya laporan orang hilang yang diduga terkait ormas itu, termasuk sempat menghilangnya dokter Rica.

Promosi Usaha Endog Lewo Garut Sukses Dongkrak Produksi Berkat BRI KlasterkuHidupku

“Ini kedok mereka,” kata Anton di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (12/1/2016).

Menurutnya, ormas Gafatar mengiming-imingi keringanan beribadah, dengan begitu para orang yang tak mau beribadah akan tertarik masuk ke dalamnya. Menurut Anton di Gafatar, seorang muslim tak perlu salat dan puasa. “Bagi yang enggak ingin ‘ribet’, maka ini sangat menarik,” kata Anton.

Seperti diketahui, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan organisasi tersebut terlarang. Kasus ini mengemuka setelah dokter Rica Tri Handayani dinyatakan hilang dan diduga bergabung dengan ormas itu. Baca juga: Dokter Rica Diajak Bikin Klinik di Kalimantan, Tersangka Belum Terbukti Terlibat Gafatar.

Sebelumnya, Kapolda DIY Brigjen Pol Erwin Triwanto menjelaskan, saat ditemukan di Bandara Iskandar, Pasir Panjang, Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, Senin (11/1/2016) pagi, enam orang termasuk dokter Rica akan melakukan perjalanan ke Semarang.

Tetapi, pihaknya kesulitan melakukan penyelidikan karena mereka lebih banyak bungkam. Dua orang dari enam yang diamankan diduga bertindak sebagai perekrut. Namun Erwin belum berani menetapkannya sebagai tersangka karena masih dalam pemeriksaan.

Erwin mengakui, mereka direkrut oleh ormas Gafatar. Setibanya di Kalimantan, ormas ini mengubah identitas dengan nama Negara Karunia Tuhan Semesta Alam (NKTSA). “Ormas ini sebenarnya dahulu sudah pernah dilarang, tetapi kemudian bermetamorfosa. Kami akan koordinasi dengan Kebangpolinmas terkait penanganan pencegahannya,” ungkap Erwin.

Terakhir, Direktur Reskrimum Polda DIY, Kombes Pol. Hudit Wahyudi, menyebut hingga kini belum ada bukti bahwa orang-orang yang membawa dokter Rica dan anaknya terkait langsung dengan ormas Gafatar.

“Mereka pergi sembunyi-sembunyi. Berdasarkan keterangan, mereka ini hanya berputar-putar saja, tapi tidak bisa kita simpulkan keterlibatan mereka [dengan ormas Gafatar],” kata Direktur Reskrimum Polda DIY, Kombes Pol. Hudit Wahyudi, dalam wawancara dengan Metro TV yang disiarkan live, Selasa (12/1/2016) sore.

Meski demikian, dua orang yang membawa Dokter Rica Tri Handayani, yaitu Eko Purnomo dan Veni, sudah ditingkatkan status hukumnya dari penyilidikan ke penyidikan alias menjadi tersangka. Keduanya dijerat dengan pasal membawa pergi seseorang di bawah kekuasan mereka. Baca juga: Dokter Rica Ditemukan Bersama 3 Orang Boyolali, Sore Ini Tiba di Jogja.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya