SOLOPOS.COM - Ilustrasi penyidik KPK (Dok/JIBI/Bisnis)

Operasi tangkap tangan (OTT) KPK di Bengkulu menjaring hakim dan panitera di PN Bengkulu dan PN Kepahiang. Berikut kronologinya.

Solopos.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan lima tersangka dalam kasus dugaan korupsi menyangkut persidangan kasus korupsi di Pengadilan Negeri (PN) Bengkulu. Terdapat uang senilai total Rp650 juta yang diduga diberikan untuk mempengaruhi putusan.

Promosi Video Uang Hilang Rp400 Juta, BRI: Uang Diambil Sendiri oleh Nasabah pada 2018

Pelaksana Tugas Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati mengatakan penetapan lima tersangka itu setelah adanya gelar perkara yang dilakukan oleh lembaga antikorupsi tersebut. Penanganan kasus oleh KPK itu berkaitan dengan perkara pemberian hadiah atau janji penyalahgunaan honor Dewan Pembina RSUD M. Yunus Bengkulu yang tengah disidangkan di pengadilan.

“Setelah melakukan pemeriksaan 1×24 jam, KPK melakukan gelar perkara dan memutuskan untuk meningkatkan status penyidikan lima orang tersangka,” kata Yuyuk dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa (24/5/2016).

Lima tersangka itu adalah Ketua PN Kepahiang, Janner Purba; hakim PN Bengkulu, Toton; dan panitera PN Bengkulu, Badaruddin Amsori Bachsin. Sedangkan dua lainnya berasal dari RSUD M. Yunus Bengkulu, yakni mantan Wakil Direktur Keuangan RSUD M. Yunus, Edi Santroni dan mantan Kepala Bagian Keuangan RSUD, Syafri Syafii. Keduanya merupakan terdakwa dalam kasus penyalahgunaan honor Dewan Pembina RSUD M. Yunus yang tengah disidangkan.

Yuyuk menegaskan penyerahan uang diduga dilakukan oleh Syafri Syafii kepada Janner Purba pada Senin (23/5/2016). Pada pukul 15.30 WIB, tim KPK menangkap Janner yang telah berada di rumahnya dan sudah menerima Rp150 juta.

Sekitar pukul 16.00 WIB, tim KPK kemudian menangkap Syafri di rumahnya. Sedangkan Badaruddin dan Toton diciduk penyidik KPK di PN Bengkulu. Malam harinya, sekitar pukul 20.45 WIB, KPK juga mengamankan Edi Santroni. “Sudah ada penerimaan sebelumnya yakni Rp500 juta, jadi totalnya Rp650 juta. Untuk mempengaruhi putusan,” kata Yuyuk.

Terkait dengan dugaan keterlibatan hakim lainnya, Yuyuk menegaskan pihaknya akan mengembangkan masalah itu lebih lanjut. Lembaga antikorupsi itu juga menyatakan pihaknya akan menelusuri dari mana asal uang yang terlibat dalam kasus suap tersebut.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, kasus itu bermula dari SK Gubernur pada 2011 tentang Tim Pembina Manajemen RSUD M Yunus. Di dalamnya terkait honor untuk para pejabat di Bengkulu, termasuk gubernur saat itu. Gubernur yang menandatangani surat itu adalah Junaidi Hamsyah, yang telah ditetapkan tersangka oleh Mabes Polri pada Mei 2015. Polri menduga terdapat kerugian negara sebesar Rp5,4 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya