SOLOPOS.COM - Infografis Pemberantasan Judi Online (Solopos/Whisnupaksa)

Solopos.com, JAKARTA–Judi online menjadi momok yang meresahkan masyarakat. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menerima sedikitnya enam laporan masyarakat mengenai kasus judi daring atau online yang telah berdampak buruk pada keluarga pelapor.

Sejumlah pengaduan masyarakat tersebut disampaikan ke KemenPPPA melalui layanan call center Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129.

Promosi Kisah Penjual Kue Bisa Bantu Ekonomi Keluarga Berkat Holding Ultra Mikro BRI

“Yang masuk ke KemenPPPA sudah ada enam [laporan],” kata Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian PPPA Nahar, di Jakarta, Jumat (21/6/2024), seperti dilansir Antara.

Dia menguraikan enam kasus itu berasal dari Madiun, Tangerang, dua kasus dari Jombang, Jakarta Utara, dan Tasikmalaya. Menurut Nahar, pelapor kebanyakan adalah para istri yang suaminya berjudi.

“Karena suaminya berjudi, sudah ketergantungan sama judi, [suami] kayak punya keyakinan bahwa judi itu akan membuat hidupnya lebih baik, tetapi dampak akhirnya dia enggak punya uang, gajinya hilang, dia enggak peduli dengan anaknya,” urai Nahar.

Bahkan, lanjutnya, ada yang si suami sampai menjual perlengkapan sekolah anaknya untuk berjudi. Dia menambahkan di antara enam kasus itu, ada yang terjadi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), anaknya terancam tidak sekolah, maupun istri yang memindahkan anak dari rumah kontrakan karena kondisi rumah yang tidak kondusif lantaran suami tidak bisa lepas dari judi.

Diberitakan sebelumnya, Presiden RI Joko Widodo pada 14 Juni 2024 resmi membentuk Satuan Tugas Pemberantasan Judi Online sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 2024. Satgas Pemberantasan Judi Online itu dipimpin oleh Menko Polhukam RI.

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sejauh ini telah mendata 4.000 hingga 5.000 rekening yang diduga terlibat jaringan judi online. Dalam Satgas Pemberantasan Judi Online, KemenPPPA mengemban tugas dan fungsi pencegahan.

Pada bagian lain, Kriminolog dari Universitas Indonesia (UI) Josias Simon mengungkapkan tiga pendekatan pencegahan kejahatan judi online. Pertama, pendekatan sosial ekonomi.

“Jadi segala macam bentuk kebijakan dalam rangka tadi [misalnya] meningkatkan ekonomi, meningkatkan kemampuan masyarakat,” kata Simon ketika dihubungi di Jakarta, Jumat (21/6/2024).

Kedua, lanjut dia, pendekatan regulasi, yakni membuat regulasi yang jelas untuk mencegah terjadinya praktik judi online. Ketiga dalah pendekatan situasional, lebih mendekatkan kepada kelompok-kelompok sasaran atau korban.

Dia menyebut pendekatan tersebut sedianya dapat dipakai untuk mencegah kejahatan pada umumnya, termasuk perjudian online maupun konvensional. “Jadi onlinenya ini harus ditekankan, bagaimana kemudian versi onlinenya harus muncul, dari segi pencegahan secara online,” ujarnya dilansir Antara.

Menurut dia, penanganan terhadap maraknya judi online pun perlu dilakukan secara terintegrasi, tak hanya dilakukan pada tataran online, serta perlu dilakukan mulai dari tingkat pusat hingga daerah.

Dia menambahkan bahwa individu yang sudah kecanduan judi online pun bila perlu mendapatkan rehabilitasi sebagai bentuk pencegahan situasional yang didasarkan pada tingkat keparahannya.

“Rehab itu bisa terkait dengan rehab medis, rehab sosial terkait dengan perilakunya yang mungkin sudah mentok kali ya mengganggu kejiwaannya, rehabilitasi psikologis segala macam,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya