SOLOPOS.COM - Hajriyanto Y. Thohari (JIBI/Solopos/Antara/Puspa Perwitasari)

Solopos.com, SRAGEN — Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Hajriyanto Y. Thohari, meminta pemerintah tidak bersikap terlalu formal atau hanya mengacu UUD dalam menghadapi permasalahan tenaga honorer K2. Pemerintah diharapkan mengedepankan sisi kemanusiaan dalam mengangkat tenaga honorer K2 dengan tetap mengacu kondisi keuangan negara.

Hal itu disampaikan Hajriyanto seusai mengisi sosialisasi empat pilar kebangsaan bersama Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI) di Dukuh Celep, Desa Jirapan, Kecamatan Masaran, Rabu (19/2/2014). Menurutnya, masalah tenaga honorer K2 harus disikapi dengan bijak. Pemerintah seharusnya mempertimbangkan sisi kemanusiaan, seperti lama masa pengabdian sebagai bahan pertimbangan kelolosan CPNS dengan tetap memperhatikan peraturan yang berlaku.

Promosi Dirut BRI dan CEO Microsoft Bahas Akselerasi Inklusi Keuangan di Indonesia

Kendati demikian, pengangkatan CPNS baik melalui jalur umum maupun tenaga honorer K2, tidak bisa dilakukan asal-asalan. Pengangkatan CPNS juga harus melihat kebutuhan pegawai di tingkat daerah dan memperhatikan keuangan negara. Sekurang-kurangnya 20% APBN harus dialokasikan untuk pendidikan. Pasalnya, dari Rp1.850 triliun APBN, sebanyak 60% digunakan untuk belanja pegawai, 20% untuk mencicil utang negara dan sisanya digunakan untuk pembangunan negara.

“Kalau sampai semua diangkat jadi PNS, nanti penyerapan untuk belanja pegawai bisa mencapai 70%. Bisa habis nanti. Bahkan ada daerah yang belanja pegawainya mencapai 80% dari total APBD,” tegasnya.

Sementara itu, mengenai nasib tenaga honorer K2 yang tak lolos seleksi, menurut Hajriyanto, pemerintah perlu membuat kebijakan baru. Jika memang pengangkatan CPNS membebani keuangan negara, harus ada alternatif lain seperti tetap mempekerjakan tenaga honorer dengan meningkatkan upah mereka per bulan. Upah bagi para tenaga honorer harus disesuaikan dengan kebutuhan dan tingkat kesejahteraan mereka.

Hal ini mengingat keberadaan tenaga honorer memang dibutuhkan untuk tenaga profesional seperti guru, dokter, maupun penyuluh. Sementara, tenaga administrasi yang sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan justru jumlahnya terlalu berlebihan.
Pemerintah perlu membuat kebijakan baru tentang pemerataan pegawai se-Indonesia agar tidak ada daerah  kekurangan yang akhirnya terpaksa mempekerjakan pegawai honorer.

“Kalau masalah yang enggak lolos seleksi [CPNS K2] tahun ini harus dilihat dengan rinci masalahnya apa. Saya enggak yakin kalau masalahnya hanya satu faktor seperti hasil ujian atau umur. Guru kan juga ada kualifikasi. Guru kan juga ada  kualifikasi dan tuntutan minimal. Harus dilihat satu-satu. Mereka  yang enggak lolos harus diberi jalan pemecahannya,” tukasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya