SOLOPOS.COM - SEDIMENTASI -- Pengerjaan sudetan untuk mengatasi sedimentasi di Waduk Gajah Mungkur, Wonogiri, tengah dikerjakan dalam foto yang diambil belum lama ini. (JIBI/SOLOPOS/Trianto Hery Suryono)

SEDIMENTASI -- Pengerjaan sudetan untuk mengatasi sedimentasi di Waduk Gajah Mungkur, Wonogiri, tengah dikerjakan dalam foto yang diambil belum lama ini. (JIBI/SOLOPOS/Trianto Hery Suryono)

Patung Bedhol Desa yang berdiri di sebelah timur bendungan Waduk Gajah Mungkur (WGM) menjadi saksi bisu proses pembangunan waduk terbesar di Jateng tersebut. Empat orang yang terdiri atas dua anak, ayah dan ibu itu melambai ke arah perairan WGM, untuk menggambarkan kerelaan warga Wonogiri bertransmigrasi bedhol desa ke Sitiung, Lampung pada 1982.

Promosi BRI Sukses Jual SBN SR020 hingga Tembus Rp1,5 Triliun

Waduk yang dibangun di era Orde Baru itu diharapkan berumur 100 tahun atau tahun 2082. Namun, kondisi sedimentasi pada 2012, sudah cukup parah. Kemampuan waduk diperkirakan tinggal 20 tahun lagi. Dua pegiat LSM di Wonogiri, Pancoko Haryono dari LSM Ginatha dan Taryanto dari Persepsi berharap laju sedimentasi bisa dikendalikan agar umur waduk mendekati harapan.

Taryanto kepada Espos, menuturkan hasil studi JICA pada 2005 menyimpulkan bahwa jumlah sedimentasi yang masuk ke perairan WGM mencapai 3,5 juta m3/tahun atau setara dengan 318.000 rit truk. “Dari hasil itu, 40% atau 122.000 rit merupakan sumbangan terbesar dari Sungai Keduang.” Menurutnya, ada tiga alternatif untuk mengatasi laju sedimentasi. Pertama, penyelamatan darurat dengan cara pengerukan, kedua penyelamatan sementara dengan membuat bangunan pembatas aliran Sungai Keduang. Ketiga, lanjut dia, penyelamatan permanen dengan melakukan konservasi lahan bagi masyarakat di sepanjang aliran sungai yang mengarah ke WGM. “Konservasi lingkungan dimaksudkan agar tak terjadi erosi lagi.”

Menurut Taryanto, ada 83 desa di sepanjang Sungai Keduang. “Sebanyak 23 desa sudah melakukan konservasi sehingga masih terdapat 60 desa yang belum sadar konservasi atau belum peka terhadap erosi. Masih butuh penyadaran lingkungan.”
Berdasar pengamatan Espos, solusi penyelamatan sementara itu saat ini telah dilakukan. Yakni dengan membuat sudetan di antara lokasi bendungan dengan patung Bedhol Desa. Pimpinan DPRD Wonogiri berharap pembangunan sudetan tak membuat khawatir masyarakat Wonogiri akan genangan air.

Karenanya, Kepala Divisi (Kadiv) Jasa Air dan Sumber Air (ASA) Perum Jasa Tirta I Wilayah Bengawan Solo (PJT WBS), Winarno Susilardi, mengatakan pembangunan sudetan dari WGM tak akan menggenangi Wonogiri karena sudetan itu dimaksudkan untuk menahan laju sedimentasi dari Sungai Keduang ke intake. Sudetan juga berfungsi menggelontorkan sedimentasi dari WGM. “Tetapi selama pekerjaan tidak akan dilakukan pembuangan sedimentasi ke aliran Sungai Bengawan Solo (SBS). Kontrak pekerjaan saluran berlangsung dua tahun sehingga pada tahun ketiga atau keempat baru dibuat pintu pembuang.”

Menurutnya, penanganan komprehensif sudah direncanakan. Selain itu, tegasnya, pembangunan sudetan tidak akan membahayakan bendung WGM. “Jadi tidak ada istilah mengalihkan permasalahan. Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo sudah memikirkan penanganan pendangkalan aliran sungai. Bahkan Balai Besar juga sudah memikirkan pengalihan lapangan olahraga yang terkena proyek tersebut. Juga sosialisasi kepada warga hilir sungai akan dilakukan pada tahun ketiga atau keempat.”

Menanggapi pembangunan sudetan, Taryanto menegaskan aliran Sungai Bengawan Solo akan dangkal. “Apabila fungsi spillway baru untuk menggelontorkan sedimentasi, ya harus diperdebatkan lagi.” Taryanto dan Pancoko setuju dibangun cekdam-cekdam di bagian hulu Sungai Keduang dan Sungai Wiroko yang mengarah ke WGM. Sebelumnya, pegiat Forum Independen Penampung Aspirasi Masyarakat Daerah (FIP Asmada) Wonogiri, Liliek Dwi Sularyanto, meminta Ditjen Sumber Daya Air mulai memikirkan dampak sosial bagi masyarakat sepanjang bantaran Sungai Bengawan Solo. Dia menjelaskan, saat ini pendangkalan aliran sungai telah berlangsung.

Akibatnya, air dari WGM saat dilepas dengan debit 250m3/detik sudah menggenangi rumah warga seperti di Lingkungan Sukorejo, Kelurahan Giritirto, Lingkungan Kerdukepik, Kajen dan Salak, Kelurahan Giripurwo. “Pada awal dibangunnya WGM direncanakan aliran sungai menampung debit banjir 400m3/detik. Kenyataannya saat ini apabila air dari WGM dilepas dengan debit 250m3/detik sudah menggenangi rumah warga.”

Menurutnya, kondisi itu akan lebih parah apabila pascapembangunan sudetan tidak dipikirkan program pengerukan ataupun normalisasi aliran SBS. “Apabila tidak segera dilakukan normalisasi ataupun pengerukan yang terjadi justru masalah sedimentasi akan berpindah ke alur SBS dan akan lebih mempercepat proses pendangkalan dari hilir bendung WGM hingga Dam Colo. Kami berharap Kementerian PU atau Ditjen SDA dan BBWSBS sekarang juga mulai memikirkan, merencanakan dan melaksanakan pengerukan dan normalisasi sungai sebelum pengoperasian sudetan agar tak terjadi back water,” tegasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya