Promosi Aset Kelolaan Wealth Management BRI Tumbuh 21% pada Kuartal I 2024
“Tren ini dimulai sejak 2009. Sekarang kebanyakan penyalah guna narkoba di dunia adalah pengguna ATS,” kata Penyuluh dari Badan Narkotika Nasional (BNN) Yudi Kusmayadi di Jakarta, Seni (18/6/2012). Dijelaskannya, karena dinikmati dengan cara ditelan atau dihisap, narkotika sintetis, ujar Yudi, memang tidak mengakibatkan penularan HIV/AIDS dibanding narkotika alami yang dinikmati dengan jarum suntik secara bergantian yang menjadi pemicu penularan penyakit berbahaya tersebut.
Namun demikian, ujar Yudi, tingkat bahaya narkotika alami maupun sintetis sama saja, karena berdampak pada kerusakan syaraf otak dan mengakibatkan ketagihan. Seiring tren peralihan dari opiat ke ATS, lanjut dia, tak diperlukan lagi pabrik yang mengolah pasokan tanaman opium, kokain atau ganja menjadi narkoba, karena ATS tak memerlukan laboratorium hingga pabrik.
“Cukup ada dapur seluas 2×3 meter sudah bisa diproduksi narkoba jenis ATS. Dampaknya adalah kepolisian harus makin waspada karena narkoba bisa diproduksi di ruangan-ruangan kecil dimana saja, dengan cara mencampur-campur bahan,” katanya. Peralihan dari opiat ke ATS, menurut dia, terkait adanya program besar-besaran pengalihan tanaman opium dan sejenisnya ke tanaman yang bermanfaat kepada para petani sehingga pasokan opium dunia terus bekurang.
“Penyebab lainnya adalah kesadaran masyarakat akan bahaya HIV/AIDS yang salah satu penularannya melalui konsumsi opiat sehingga ATS pun makin naik daun,” katanya. Prevalensi penyalahgunaan narkoba di Indonesia baik opiat maupun ATS, ujar dia, terus meningkat, dari 2,21 persen penduduk Indonesia (3,8 juta jiwa) pada 2010 diperkirakan menjadi 2,31 persen atau setara dengan 4,8 juta jiwa.