SOLOPOS.COM - Perempuan mengayuh sepeda melintas di Jl. Udan Riris II, Kelurahan Tlogosari Kulon, Kecamatan Pedurungan, Kota Semarang, yang sudah mulus, Rabu (27/5/2015). Perbaikan jalan tersebut berawal dari usulan warga melalui Musrenbang. (Insetyonoto/JIBI/Solopos)

Musrenbangkot Semarang, seperti di banyak daerah, mampu mengakomodasi usulan warga, namun juga sebaliknya.

Solopos.com, SEMARANG — Jl. Udan Riris II telah berubah wajah. Jalan kecil di Kelurahan Tlogosari Kulon, Kecamatan Pedurungan, Kota Semarang, itu kini telah rata, tanpa lubang dan gelombang.

Promosi Klaster Usaha Rumput Laut Kampung Pogo, UMKM Binaan BRI di Sulawesi Selatan

Kondisi yang kontras masih terlihat hingga akhir tahun lalu. Masih teringat jelas di benak warga setempat saat jalan tersebut penuh dengan lubang di sana-sini. Belum lagi buruknya drainase membuat genangan air selalu muncul setiap kali hujan deras datang mengguyur.

Awal 2015, jalan itu akhirnya diperbaiki. Hasilnya, ruas jalan yang sempat rusak sepanjang 70 m dengan lebar 5 m kini ditutup dengan paving block. Kini, ratusan kendaraan, baik sepeda, sepeda motor, dan mobil, bisa leluasa melintasi jalan itu tanpa keluhan.

Proyek perbaikan jalan ini menjadi salah satu contoh manis upaya warga dalam musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang). Melalui Musrenbang Kelurahan Tlogosari Kulon, mereka menyusun usulan perbaikan jalan dan berbuah manis dengan turunnya anggaran.

”Warga melalui ketua RT 07/RW 15 pada Musrenbang 2014 mengusulkan supaya dilakukan perbaikan Jl. Udan Riris II yang kondisinya rusak, supaya nyaman dilalui kendaraan,” kata Ketua RW 15 Kelurahan Tlogosari Kulon, Mochtar Widianto.

Untuk perbaikan Jl. Udan Riris II, warga membuat perencanaan anggaran dana senilai Rp50 juta yang disetujui dalam forum Musrenbang. Pekerjaan perbaikan jalan dengan dipaving dilakukan pada awal 2015. Perbaikan Jl. Udan Riris II merupakan sepanggal keberhasilan pelaksanaan Musrenbang karena mampu menggerakkan peran serta dari masyarakat untuk mengusulkan pembangunan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Pembangunan tidak lagi menggunakan model top down seperti pada era pemerintahan orde baru karena belum tentu sesuai dengan keinginan masyarakat. Melalui Musrenbang pembangunan bersifat bottom up, masyarakat yang merencanankan dang mengusulkan apa yang perlu dibangun di wilayahnya.

Namun, tak semua cerita di musrenbang kelurahan berujung manis. Musrenbang dilakukan mulai dari tingkat desa/kelurahan, kabupaten/kota, kemudian tingkat provinsi, dan nasional. Seiring dengan perjalanan waktu, kegiatan Musrenbang dinilai hanya menjadi sekadar formalitas dan rutinitas tahunan. Masyarakat mulai enggan untuk mengajukan usulan pembangunan di wilayahnya dalam Musrenbang.

Penyebabnya, masyarakat merasa percuma karena setelah susah payah mengajukan usulan pembangunan disertai dengan rencana anggaran dana, ternyata mentah di Musrenbang di tingkat kota/kabupaten. “Kayaknya Musrenbang sekarang hanya sekedar formalitas saja, karena banyak usulan pembangunan masyarakat tidak direalisasi,” ujar Mustofa, warga Jl. Parang Barong, Pedurungan, Kota Semarang.

Mustofa mempunyai pengalaman saat mengajukan usulan pembangunan peninggian jalan kampung pada Musrenbang beberapa tahun lalu tidak dapat direalisasi. ”Jadi kalau mau mengajukan usulan lagi jadi malas, belum tentu disetujui,” tandas dia.

Ketua RW 15 Kelurahan Tlogosari Kulon, Kecamatan Pedurungan, Kota Semarang, Mochtar Widianto, mengakui para ketua rukun tetangga (RT) sekarang sudah tidak antusias lagi dengan Musrenbang. ”Kalau disuruh mengajukan usulan kegiatan pembangunan untuk Musrenbang sudah malas, bila terpaksa mengajukan hanya copy paste usulan pembangunan pada Musrenbang tahun sebelumnya yang tidak direalisasi,” ungkap Mochtar yang telah menjabat Ketua RW sejak 2007.

Lurah Tlogosari Kulon, Kecamatan Pedurungan, Kota Semarang, Eko Yuniarto mengungkapkan banyaknya usulan masyarakat yang tidak bisa direalisasi dalam Musrenbang karena keterbatasan anggaran dana. Dia menyebutkan pada 2014 kelurahan itu mendapatkan anggaran senilai Rp470 juta hasil Musrenbangkot Semarang. Pada 2015, anggaran meningkat menjadi Rp990,3 juta, tapi masih tidak bisa mencukupi karena usulan masyarakat nilainya mencapai Rp1 miliar lebih.

”Untuk itu dalam Musrenbang yang diikuti para ketua RW, dibuat skala prioritas pembangunan di wilayah mana yang perlu direalisasi,” kata Eko.

Prioritas pembangunan ini antara lain, menyakut kondisi jalan yang sudah rusak parah, bila banjir, normalisasi saluran, dan pembangunan talut. Keberadan Musrenbang, menurut Eko, masih diperlukan karena dapat mengetahui aspirasi masyarakat terkait pembangunan wilayah yang tidak bisa dipantau pemerintah.

Pemerintah perlu mencari formula yang tepat, supaya partisipasi masyarakat dalam Musrenbang tidak luntur. Jangan sampai Musrenbang hanya sekadar formalitas alias kegiatan rutinitas setiap tahun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya