SOLOPOS.COM - Ilustrasi Nahdlatul Ulama (NU). (Solopos.com-Antara)

Solopos.com, SOLO — Musyawarah Besar (Musbes) Nahdliyin Nusantara yang diselenggarakan di Kampung Mataraman Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Sabtu (27/1/2024), menyepakati untuk mengembalikan netralitas Nahdlatul Ulama (NU) dalam politik yang sebenar-benarnya sesuai khittah jamiyah.

Koordinator Mubes Nahdliyin Nusantara, Hasan Basri Marwa, dalam konferensi pers seusai musyawarah di Bantul, Minggu (28/1/2024), mengatakan, kesepakatan-kesepakatan sebagai upaya mengembalikan netralitas NU dalam politik tersebut dituangkan dalam keputusan bersama yang dibacakan para kiai.

Promosi Kirana Plus, Asuransi Proteksi Jiwa Inovasi Layanan Terbaru BRI dan BRI Life

“Memohon kepada semua unsur di dalam jamiyah NU, baik Nahdliyin, pengurus NU, dan politikus dari lingkungan NU, agar mentaati khittah NU dan tidak melakukan pengkhianatan kepada para sesepuh dan para pendiri NU,” kata Hasan sebagaimana dilansir Antara.

Dia mengatakan, Hari Lahir (Harlah) NU dalam waktu dekat ini hendaknya dilaksanakan sesuai amanah AD/ART NU sebagai kewajiban pengurus pada setiap periode, sebagai bentuk khidmah jamiyah NU. Bukan menjadi alat mengorganisasi dukungan kepada salah satu pasangan calon dalam kontestasi Pemilu 2024.

“Sehingga jamiyah membicarakan masalah-masalah penting dan mendasar yang diamanatkan pada pendiri dalam AD/ART, seperti kemandirian jamiyah, independensi ulama, diversifikasi generasi muda NU, pembenahan organisasi secara berkelanjutan dan lain-lain,” tuturnya.

Dia juga mengingatkanpengurus NU di semua tingkatan untuk memberi kesempatan kepada semua calon presiden dan calon wakil presiden yang berkontestasi agar dapat menyampaikan visi misi, dan tidak memihak kepada salah satu pasangan calon sebagai amanah dari Khittah NU.

“Pemihakan kepada salah satu pasangan calon yang dilakukan oleh jamiyah NU merupakan pelanggaran atas Khittah NU,” ujarnya.

Pihaknya juga memohon kepada pengurus NU agar mengembalikan kewibawaan para ulama dan kiai untuk tidak jatuh kepada politik praktis. Sehingga para ulama di dalam jamiyah seyogyanya berkhidmah untuk kepentingan bangsa, umat dan Jamiyah untuk jangka panjang.

“Memohon kepada pengurus NU agar tidak terjebak pada politik transaksional yang akan menghancurkan marwah dan nilai nilai keulamaan, dan sebaliknya mengedepankan politik keumatan, kebangsaan dan kerakyatan,” ucapnya.

Menurut dia, sesuai dengan prinsip asas politik Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) karakter kepemimpinan jamiyah NU adalah kepemimpinan keulamaan yang mengedepankan musyawarah dan mendengarkan poros-poros kiai di daerah.

Pihaknya memohon kepada semua elemen di dalam Nahdlatul Ulama untuk terbiasa dengan amaliah saling mengingatkan satu sama lain dalam rangka menegakkan kultur keterbukaan dalam perbedaan pendapat dan saling menghargai dengan sesama pengurus dan warga NU.

“Menyerukan kepada seluruh warga NU untuk menyalurkan aspirasi politiknya berdasarkan kebijakan hati nurani dan dilandasi oleh khittah NU, Qonun Asasi, AD ART dan politik kemaslahatan aswaja an nahdliyah,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya