SOLOPOS.COM - Fungsionaris Partai Golkar didampingi Akbar Tanjung di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Jumat (24/7/2015). (JIBI/Solopos/Antara/Nurdin Jafar)

Munaslub Golkar di Bali semakin memanas.

Solopos.com, JAKARTA–Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar, Akbar Tandjung tak setuju adanya wacana penambahan dua struktur desan dalam kepengurusan Partai Golkar.

Promosi Aset Kelolaan Wealth Management BRI Tumbuh 21% pada Kuartal I 2024

“Tidak ada alasan membentuk dewan pembina. Tidak relevan kalau ada dewan pembina apalagi kewenangannya ditambah,” ujar Akbar Tandjung di lokasi Munaslub Golkar, BNDCC, Badung, Bali, seperti dilansir Detik, Sabtu (14/5/2016).

Menurut Akbar, dewan pembina memang sempat ada pada masa orde baru. Namun itu ada latar belakang historis di belakangnya.

“Tentu beda dari organisasi partai dan perpolitikan. Kalau dari pengorganisasian dulu ada jalur. Setiap kebijakan-kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak pada pembangunan bangsa dibahas melalu tiga jalur,” jelas Akbar.

Dewan Pertimbangan saat Orde Baru menurutnya yaitu Soeharto sebagai panglima, presiden, dan senior di Partai Golkar. Pada 1971, sekretaris bersama Golkar bisa mengemban misi orba untuk melaksanakan Pancasila dan UUD 1945.

“Kuat dengan UU pemilu saat itu sehingga Sekber Golkar bisa menjadi peserta pemilu. Wajar kalau pak Harto di posisi puncak dengan kewenangan-kewenangan khusus yang merupakan produk Munas Golkar tahun 1978 di Denpasar, Bali,” jelas Akbar.

“Misal kalau kebijakan Golkar tidak sesuai dengan misi beliau, bisa ditolak. Jadi dulu ada konteks latarnya. Kalau sekarang (dibuat dewan pembina) tidak ada latar historis politisnya,” sambung dia.

Akbar pun menilai AD/ART Golkar saat ini sudah cukup baik. Jika ingin menyempurnakan struktur organisasi, menurutnya lebih baik agar AD/ART perlu diatur lebih baik lagi melalui peraturan pengorganisasian yang disusun oleh DPP dan Dewan Pertimbangan sehingga punya basis dan legistimasi secara konstitusi.

Ketimbang membentuk Dewan Pembina, Akbar lebih setuju agar dewan yang ditambah adalah pembentukan dewan pakar. Apalagi mengingat kewenangan dewan pertimbangan yang lemah.

“Kalau pun perlu, (bentuk) dewan pakar yang paham betul latar historis. Peraturan organisasi diperkuat. Dulu saya harap seperti itu dengan pembagian kerja yang jelas. Tapi DPP tidak menghendaki, Dewan Pertimbangan tidak diposisikan sebagai fungsinya,” beber mantan Ketua DPR itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya