SOLOPOS.COM - Para pekerja tengah mengerjakan sepatu di sentra industri kecil sepatu Cibaduyut, Bandung, Jawa Barat. Kalangan pengusaha meminta pemerintah lebih memperhatikan industri padat karya yang kini tengah banyak mengalami permasalahan. (JIBI/Bisnis Indonesia/Rachman)

Para pekerja tengah mengerjakan sepatu di sentra industri kecil sepatu Cibaduyut, Bandung, Jawa Barat. Kalangan pengusaha meminta pemerintah lebih memperhatikan industri padat karya yang kini tengah banyak mengalami permasalahan. (JIBI/Bisnis Indonesia/Rachman)

Para pekerja tengah mengerjakan sepatu di sentra industri kecil sepatu Cibaduyut, Bandung, Jawa Barat. Kalangan pengusaha meminta pemerintah lebih memperhatikan industri padat karya yang kini tengah banyak mengalami permasalahan. (JIBI/Bisnis Indonesia/Rachman)

JAKARTA – Kalangan pengusaha meminta pemerintah untuk lebih memperhatikan industri padat karya yang tengah mengalami banyak masalah terutama terkait kisruh buruh yang terus berlanjut hingga saat ini.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Sofjan Wanandi, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia, menuturkan industri padat karya masih diunggulkan karena mampu menciptakan lapangan kerja sehingga mampu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. “Makanya saat ini, dukungan untuk memacu investasi dan pertumbuhan di sektor padat karya harus dimaksimalkan,” katanya, Rabu (10/4/2013).

Dia mengungkapkan pemerintah harus mendorong pertumbuhan infrastruktur, memberikan kepastian peraturan terkait masalah tenaga kerja, dan insentif pendukung untuk peningkatan investasi dan produktivitas. Permasalahan tenaga kerja, lanjutnya, harus secepatnya diselesaikan karena serapan tenaga kerja di sektor tersebut, seperti industri tekstil dan alas kaki, lebih besar dibandingkan industri padat modal. “Ini karena hingga 30% biaya produksi di padat karya itu adalah untuk biaya buruh,” paparnya.

Dia mengungkapkan permasalahan buruh akan dapat diselesaikan apabila peraturan terkait penentuan upah buruh harus direvisi karena seharusnya besaran penaikan upah harus ditetapkan sesuai kesepakatan bipartit antara pekerja dan pengusaha. Menurutnya, permasalahan tersebut tidak hanya berdampak pada peningkatan biaya produksi perusahaan, tetapi juga mengurangi keamanan dan kenyamanan pengusaha, pekerja, dan masyarakat akibat demo buruh.

”Masalah keamanan ini yang menjadi kekhawatiran kami. Seharusnya pemerintah tinggal menentukan saja, level berapa batasan terendah dan tertingginya, sesuai daerah,” katanya. Dia menuturkan seharusnya dibuat ketetapan antara Menteri Tenaga Kerja dengan pihak bipartit untuk kemudian diterbitkan Keputusan Menteri dan menjadi payung hukum bagi masalah tenaga kerja nasional.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Radjasa mengatakan saat ini terjadi kesalah pahaman dari makna tripartit sehingga permasalahan buruh ini semakin kompleks dan terus berlarut-larut seolah tanpa solusi. “Pemerintah tinggal menetapkan saja, berapa batasan kenaikan upah. Sepanjang memenuhi batasan tadi dan ada kesepakatan antara industri dan buruh, tinggal dijalankan saja,” ungkapnya beberapa waktu lalu. Terkait minimnya infrastruktur pendukung dunia usaha yang sudah menjadi masalah klasik, Sofjan meminta pemerintah agar secepatnya menambah jumlah infrastruktur karena saat ini biaya logistik terus melonjak.

Sementara itu, Menteri Perindustrian M.S. Hidayat mengungkapkan sektor padat karya tetap menjadi salah satu fokus perhatian utama pemerintah karena dapat menopang pertumbuhan dengan penciptaan lapangan kerja baru. “Industri padat karya itu masih dibutuhkan. Sektor ini adalah prioritas. Kami akan menjamin dan menanggung semua kesulitan mereka,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya