SOLOPOS.COM - Deddy Corbuzier saat menghadirkan motivator yang kini tersandung kasus dugaan pelecehan seksual, Julianto Eko Putra 7 Agustus 2017 silam. (Youtube)

Solopos.com, MALANG – Motivator Julianto Eka Putra yang menjadi terdakwa kasus pemerkosaan sejumlah siswi sekolahnya, SMA Selamat Pagi Indonesia (SMA SPI) tidak menjalani penahanan.

Julianto Eka mendatangi persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Malang dari rumahnya dan kembali lagi sesudah sidang selesai.

Promosi BRI Group Berangkatkan 12.173 Orang Mudik Asyik Bersama BUMN 2024

Tidak ditahannya motivator sekaligus pebisnis asal Kota Batu, Malang, Jawa Timur ini menjadi sorotan masyarakat.

Benarkah terdakwa kasus perkosaan harus ditahan? Bagaimana tinjauan hukumnya?

Baca Juga: Motivator Julianto Eka Tak Ditahan, Pengacara: Klien Saya Kooperatif

Praktisi hukum Letezia Tobing, SH menyatakan tidak ada ketentuan yang menyatakan bahwa setiap tersangka pasti ditahan.

Hal itu merujuk pada Pasal 21 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tentang perintah penahanan terhadap seorang tersangka/terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup.

“Penahanan itu dilakukan dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka akan melarikan diri, akan merusak atau menghilangkan barang bukti serta kekhawatiran tersangka akan mengulangi tindak pidana,” ujarnya seperti dikutip Solopos.com dari hukumonline.com, Minggu (10/7/2022).

Baca Juga: Ini Sosok JE, Motivator yang Diduga Cabuli Belasan Siswa

Menurutnya, dalam ilmu hukum pidana ketiga hal di atas lazim disebut sebagai alasan subjektif.

Sedangkan alasan objektif diatur dalam Pasal 21 ayat (4) KUHAP yang menyatakan bahwa penahanan tersebut hanya dapat dikenakan terhadap tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana dan/atau percobaan maupun pemberian bantuan dalam tindak pidana tersebut dalam hal:

a. tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih;

b. tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 282 ayat (3), Pasal 296, Pasal 335 ayat (1), Pasal 351 ayat (1), Pasal 353 ayat (1), Pasal 372, Pasal 378, Pasal 379 a, Pasal 453, Pasal 454, Pasal 455, Pasal 459, Pasal 480 dan Pasal 506 KUHP, Pasal 25 dan Pasal 26 Rechtenordonnantie (pelanggaran terhadap Ordonansi Bea dan Cukai, terakhir diubah dengan Staatsblad Tahun 1931 Nomor 471), Pasal 1, Pasal 2 dan Pasal 4 Undang-undang Tindak Pidana Imigrasi, Pasal 36 ayat (7), Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 47 dan Pasal 48 Undang-undang Nomor 9 Tahun 1976 tentang Narkotika.

Tidak Ditahan

“Dari uraian di atas berarti dimungkinkan seorang tersangka tidak ditahan. Yaitu jika tersangka tidak memenuhi ketentuan dalam Pasal 21 ayat (4) KUHAP dan tidak ada keadaan-keadaan sebagaimana terdapat dalam Pasal 21 ayat (1) KUHAP,” ujarnya.

Sebelumnya, penasihat hukum Julianto Eka, Jefry Simatupang menyatakan, tidak alasan bagi kliennya untuk ditahan.

Pasalnya, kliennya tidak menyalahi dari Pasal 20 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang mengatur tentang penahanan seseorang yang terlibat kasus kejahatan.

Baca Juga: Ketua Komnas PA Debat Sengit dengan Pengacara Motivator Julianto Eka

“Berdasarkan pasal tersebut, untuk kepentingan penyidikan, penyidik berwenang melakukan penahanan. Terus klien kami ditahan karena alasan apa? Seseorang bisa ditahan jika ada kekhawatiran melarikan diri, menghilangkan barang bukti atau mengulangi tindak pidana. Semua unsur itu tidak ada pada klien saya. Klien saya sangat kooperatif memenuhi panggilan Polda Jatim, kejaksaan hingga kasus ini disidangkan. Tidak pernah sekalipun klien kami tidak hadir memenuhi panggilan,” ujar Jefri seperti dikutip Solopos.com dari kanal Youtube KompasTV yang berjudul Sudah Sidang 19 Kali, Terdakwa Kasus Kekerasan Seksual Siswa di Malang Tak Kunjung Ditahan!, Minggu (10/7/2022).

Ia melanjutkan, alasan subjektif penahanan seorang tersangka sebagaimana diamanatkan Pasal 21 KUHAP juga tidak berlaku pada kliennya.

Baca Juga: Terdakwa Pemerkosa Siswa Pernah di Hitam Putih Deddy Corbuzier

Pasalnya, kliennya selalu kooperatif terhadap proses hukum yang dituduhkan kepadanya.

“Soal alasan subjektif penahanan. Apakah mungkin menghilangkan barang bukti? Tidak mungkin karena barang bukti sudah disita. Apakah akan melarikan diri? Tidak mungkin karena sampai hari ini terdakwa sangat kooperatif. Apakah mungkin mengulangi perbuatan? Tidak mungkin karena sampai hari ini dua orang yang mengaku sebagai korban itu sudah dalam perlindungan LPSK. Jadi tidak ada alasan satu pun bagi klien kami untuk ditahan,” tandasnya.

Anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Rita Pranawati menyatakan, dengan ancaman lebih dari lima tahun seharusnya terdakwa Julianto Eka Putra ditahan.

Baca Juga: Geram, Warganet Serbu Youtube Motivator Terdakwa Pencabulan Siswa



Apalagi kasus yang membelit Julianto Eka sangat mengkhawatirkan bagi masa depan anak-anak.

“Kami berharap PN Malang adil terhadap kasus ini. Karena ancaman hukumannya kan 15 tahun, seharusnya sudah bisa ditahan. Apalagi kasusnya kan kekerasan seksual. Sekarang posisinya sudah di PN, jadi kewenangannya di hakim,” ujar Rita.

Senada, Ketua Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait, menyesalkan Julianto Eka tidak ditahan kendati ancaman hukumannya lebih dari lima tahun.

Baca Juga: Siapa Motivator JE yang Dibahas di Podcast Deddy Corbuzier?

Arist yang sempat berdebat dengan penasihat hukum terdakwa sebelum sidang beberapa hari lalu mengatakan, tidak ditahannya terdakwa Julianto Eka Putra menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum di Indonesia.

“Ini preseden buruk bagi penegakan hukum. Karena berdasarkan UU No 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak itu terdakwa dikenakan pasal dengan ancaman hukuman minimal lima tahun dan maksimal hukuman mati. Seharusnya pelimpahan terdakwa ini dibarengi dengan penahanan,” ujarnya.

Sudah Mengajukan

Saat dimintai konfirmasi, Jaksa Penuntut Umum Kejari Malang Edi Sutomo menyatakan pihaknya sudah mengajukan penahanan terhadap Julianto Eka saat melimpahkan berkas kasus pemerkosaan ke PN Malang.

Namun hingga persidangan ke-19 permohonan itu belum dikabulkan majelis hakim PN Semarang.

“Kewenangan untuk menahan terdakwa ada pada majelis hakim. Saat melimpahkan berkas dulu kami sudah mengajukan namun hingga saat ini belum dikabulkan,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya