Promosi BRI Kembali Gelar Program Pemberdayaan Desa Melalui Program Desa BRILiaN 2024
Persyaratan dalam dunia otomotif sangat ketat lantaran terkait dengan keselamatan manusia. Sehingga upaya menjadikan mobil Kiat Esemka sebagai sebagai rintisan mobil nasional (Mobnas) tidak bisa berjalan sepihak melainkan harus didukung kemauan politis (political will) pemerintah dan legislator. “Ini suatu kerja yang luar biasa berat dan besar,” tegasnya.
Butuh pemodal, dan rangkaian bisnis yang luar biasa beratnya. Perlu diingat banyak pihak keberatan dengan mobil Esemka. Bahkan sudah ada yang merapatkan barisan untuk menolak program ini,” terang dia.
Bambang yang juga Ketua Lembaga Sertifikasi Kompetensi (LSK) Otomotif menilai produksi Kiat Esemka tidak bisa dimassalkan di seluruh sekolah menengah kejuruan (SMK). Melainkan hanya di sejumlah SMK yang memang mampu dan siap seperti SMK Mikael dan ATMI yang mempunyai unit produksi.
“Itupun bila dilihat pekerjanya juga khusus pekerja untuk produksi, bukan para siswanya. Saya mengikuti proses dari awal unit produksi di SMK, mulai dari Sepeda Motor Kanzen SMK, notebook Esemka, CNC dan beberapa yang lain yang sebagian dilakukan di Techno Park Kentingan,” imbuhnya.
Bambang mengakui geliat Kiat Esemka bisa menjadi momentum kebangkitan industri otomotif nasional. Namun tahapan industri otomotif sangat panjang harus melalui riset pengembangan (R&D), rekayasa, rancang bangun, modelling, perakitan, uji kelayakan jalan, uji keamanan, uji keandalan, sertifikasi laik jalan, dan persyaratan lain.
Ditegaskannya, tidak mungkin sebuah mobil jadi secara instan tanpa melalui tahapan panjang. “Sebagai lembaga pendidikan yang bertugas mencetak teknisi dalam bidang otomotif, SMK mempunyai Tupoksi dan kewajiban menyiapkan siswanya siap memasuki dunia otomotif. praktek perakitan mobil adalah salah satu cara untuk menyiapkan siswa SMK menjadi terampil, profesional dan kompeten,” pungkas dia.
JIBI/SOLOPOS/Kurniawan