SOLOPOS.COM - Pengacara Otto Cornelis Kaligis keluar ruangan dengan rompi karut-marut seusai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (14/7/2015). (JIBI/Solopos/Antara/Vitalis Yogi Trisna)

Solopos.com, JAKARTA — Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan narapidana koruptor berhak mendapatkan remisi tanpa harus mengakui perbuatannya.

Putusan itu dibacakan hakim konstitusi dalam sidang yang disiarkan channel Youtube Mahkamah Konstitusi, Kamis (30/9/2021).

Promosi Kisah Petani Pepaya Raup Omzet Rp36 Juta/bulan, Makin Produktif dengan Kece BRI

Sidang tersebut merupakan lanjutan gugatan pengacara kondang yang kini menjadi penghuni lembaga pemasyarakatan (LP), O.C. Kaligis.

Baca Juga: SUAP HAKIM PTUN MEDAN : MA Perberat Vonis OC Kaligis, KPK: Peringatan Bagi Pengacara! 

“Adanya syarat-syarat tambahan di luar syarat pokok untuk diberikan remisi kepada narapidana, seharusnya lebih tepat dikonstruksikan sebagai bentuk penghargaan (reward) berupa pemberian hak remisi (tambahan) di luar hak hukum yang telah diberikan berdasarkan UU 12/2015,” kata hakim konstitusi Suhartoyo membacakan pertimbangan MK.

“Sebab pada dasarnya, segala fakta dan peristiwa hukum yang terjadi berkaitan dengan sesuatu tindak pidana yang disangkakan maupun didakwakan kepada seseorang harus diperiksa di persidangan untuk kemudian dijadikan bahan pertimbangan majelis hakim dalam menjatuhkan putusan pemidanaan,” kata Suhartoyo.

Tidak Mengaku

Termasuk misalnya, kata MK, terdakwa yang tidak mau mengakui perbuatannya maupun tidak secara jujur mengakui keterlibatan pihak lain dalam tindak pidana yang dimaksud, tetap berhak mendapat remisi.

Alasannya, segala kewenangan mulai dari penyidikan, penuntutan, sampai persidangan pengadilan telah berakhir, dan selanjutnya menjadi ruang lingkup sistem pemasyarakatan.

Sehingga hal-hal tersebut kehilangan relevansinya apabila dikaitkan dengan syarat pemberian remisi kepada narapidana.

Baca Juga: SUAP HAKIM PTUN MEDAN : Kubu OC Kaligis Tuding Artidjo Alkostar Balas Dendam 

“Terlebih kewenangan untuk memberikan remisi adalah menjadi otoritas penuh lembaga pemasyarakatan yang dalam tugas dan pembinaan terhadap warga pembinaan yang tidak bisa diintervensi oleh lembaga lain. Apalagi bentuk campur tangan yang justru akan bertolak belakang dengan semangat pembinaan warga binaan,” tegas Suhartoyo.

Bukan Pembalasan

Oleh sebab itu, peraturan pelaksana harus sesuai dengan UU Pemasyarakatan, yaitu filosofi bukan penjeraan dan pembalasan.

“Berkaitan dengan hal tersebut, sejatinya hak untuk mendapatkan remisi harus diberikan tanpa kecuali. Artinya, berlaku sama bagi semua warga binaan, kecuali dicabut berdasarkan putusan pengadilan,” cetus Suhartoyo.

Tetapi MK juga mengingatkan bahwa negara juga berhak membuat rambu-rambu pemberian remisi.

“Pemberian hak tersebut tidak lantas menghapuskan kewenangan negara untuk menentukan persyaratan tertentu yang harus dipenuhi oleh warga binaan karena hak tersebut merupakan hak hukum (legal rights) sebagaimana telah dipertimbangkan pada Paragraf [3.13] di atas,” ucap MK.

Tak Dapat Remisi

Terkait yang dialami O.C. Kaligis, itu bukanlah ranah konstitusionalitas yang menjadi kewenangan MK untuk mengadilinya.

OC Kaligis tidak mendapat remisi terhalang Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012.
Pasal 34 A ayat 1 menyatakan “Pemberian Remisi bagi narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme, narkotika dan prekursor narkotika, psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara, kejahatan hak asasi manusia yang berat, serta kejahatan transnasional terorganisasi lainnya, selain harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 juga harus memenuhi persyaratan:

a. bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya;
b. telah membayar lunas denda dan uang pengganti sesuai dengan putusan pengadilan untuk Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana korupsi; dan
c. telah mengikuti program deradikalisasi yang diselenggarakan oleh LAPAS dan/atau Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, serta menyatakan ikrar:
1) kesetiaan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia secara tertulis bagi Narapidana Warga Negara Indonesia, atau
2) tidak akan mengulangi perbuatan tindak pidana terorisme secara tertulis bagi Narapidana Warga Negara Asing, yang dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme.

Oleh sebab itu, MK tidak menerima permohonan OC Kaligis.

“Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” putus Ketua MK Anwar Usman.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya