SOLOPOS.COM - Ketua Pansus Hak Angket KPK Agun Gunandjar Sudarsa (kanan) menyampaikan laporan pada Rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (26/9/2017), yang diwarnai walkout 4 fraksi. (JIBI/Solopos/Antara/Wahyu Putro A)

MK memutuskan KPK bisa menjadi objek hak angket DPR.

Solopos.com, JAKARTA — Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dapat menjadi objek hak angket Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Promosi BRI Sambut Baik Keputusan OJK Hentikan Restrukturisasi Kredit Covid-19

Hakim Konstitusi, Manahan MP Sitompul, mengatakan KPK masuk dalam klasifikasi lembaga penunjang di bidang eksekutif. Pasalnya, lembaga antirasuah menjalankan kebijakan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan seperti halnya Polri dan Kejaksaan.

“Jadi KPK dapat menjadi objek hak angket. DPR dapat menggunakan hak konstitusionalnya hanya untuk mengawasi tugas dan wewenang KPK terkait penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi,” katanya dalam sidang putusan perkara No. 36/PUU-XV/2017 di Jakarta, Kamis (8/2/2018).

Manahan mengakui bahwa KPK merupakan lembaga penunjang eksekutif yang independen. Namun, kata dia, sifat independen dari pemerintah itu adalah dalam rangka tugasnya, bukan berarti KPK di luar cabang kekuasaan eksekutif yang tak dapat diselidiki oleh DPR.

“Menyatakan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua Majelis Hakim Konstitusi Arief Hidayat.

Meski demikian, putusan Majelis Hakim Konstitusi tidak bulat. Empat hakim konstitusi Saldi Isra, Suhartoyo, Maria Farida Indrati, dan I Dewa Gede Palguna menyatakan pendapat berbeda atau dissenting opinion.

Para pemohon perkara No. 36/PUU-XV/2017 meminta MK menguji Pasal 79 ayat (3) UU No. 17/2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD atau UU MD3. Pasal tersebut berbunyi, “Hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.”

Selanjutnya, dalam Bagian Penjelasan Pasal 79 ayat (3) UU MD3 disebutkan bahwa objek hak angket adalah “Pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah dapat berupa kebijakan yang dilaksanakan sendiri oleh Presiden, Wakil Presiden, menteri negara, Panglima TNI, Kapolri, Jaksa Agung, atau pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian”.

Pengujian norma hak angket muncul setelah pertengahan tahun lalu DPR membentuk Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket DPR tentang KPK. Kebijakan tersebut menuai pro dan kontra karena interpretasi berbeda terkait objek hak angket.

DPR menafsirkan KPK merupakan lembaga pelaksanaan UU sehingga kebijakan-kebijakannya dapat diselidiki lewat hak angket. Sebaliknya, kubu kontra meyakini KPK merupakan lembaga independen di luar pemerintah sehingga tidak bisa dijadikan sasaran hak angket.

MK pun kebanjiran permohonan uji materi norma hak angket. Selain perkara No. 36/PUU-XV/2017, gugatan lainnya adalah No. 37/PUU-XV/2017, No. 40/PUU-XV/2017, dan No. 47/PUU-XV/2017. Namun, perkara terakhir dicabut Busyro Muqoddas dkk selaku pemohon pada 7 Desember 2017 karena kecewa dengan dugaan pelanggaran etik Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya