SOLOPOS.COM - Mikhail Fetisov (kiri) dan Viktor Burakov, perwira polisi yang bertanggung jawab atas penyelidikan kasus pembunuhan berantai yang menghantui wilayah Rostov, Rusia. (www.trutv.com)

Mikhail Fetisov (kiri) dan Viktor Burakov, perwira polisi yang bertanggung jawab atas penyelidikan kasus pembunuhan berantai yang menghantui wilayah Rostov, Rusia. (www.trutv.com)

Seorang polisi yang menyamar suatu hari mencurigai seorang laki-laki setengah baya yang terlihat di terminal bus Rostov. Polisi itu, Mayor Zanasovsky, melihat laki-laki itu beberapa kali bicara dengan seorang perempuan muda. Saat perempuan itu naik bus, laki-laki itu mengikutinya, namun setelah terlihat seperti mencari-cari, dia kemudian duduk di samping seorang perempuan muda lain.

Promosi Jaga Jaringan, Telkom Punya Squad Khusus dan Tools Jenius

Curiga, Zanasovsky memperkenalkan diri sebagai polisi dan menanyai laki-laki yang bernama Andrei Chikatilo dan mengaku sebagai manajer sebuah perusahaan suku cadang permesinan itu. Chikatilo mengaku tengah melakukan perjalanan bisnis dan ditanya soal alasannya selalu mengajak bicara gadis-gadis muda, dia mengaku pernah jadi guru sehingga tertarik untuk berkomunikasi dengan orang-orang yang lebih muda.

Sampai di sini semua masuk akal dan Zanasovsky pun melepaskannya. Namun beberapa waktu kemudian polisi ini kembali melihat Chikatilo di terminal bus. Laki-laki itu kembali dibuntutinya. Chikatilo kemudian terlihat bicara dengan seorang PSK, lalu melakukan kegiatan intim dengan berselubung mantel. Kali ini ada alasan untuk menangkapnya, setidaknya untuk kasus pelanggaran kesusilaan. Saat menggeledah tasnya, polisi menemukan krim vaselin, pisau dapur panjang, seutas tali dan sehelai handuk kumal.

Ini bukan barang bawaan yang wajar bagi seorang pebisnis sehingga Zanasovsky yakin Chikatilo cukup kuat jadi tersangka pembunuh berantai misterius yang selama ini diburu. Namun darahnya ternyata A, bukan AB seperti si pembunuh. Dia juga tercatat sebagai anggota Partai Komunis dengan catatan baik. Hingga masa penahanannya habis, polisi tak bisa menemukan bukti lain yang memberatkannya.

Viktor Burakov, kepala Satgas pemburu pembunuh berantai, memutuskan berkonsultasi dengan kalangan psikiater. Mulanya tak ada yang mau bekerja sama karena bukti yang dibawa dianggap terlalu lemah. Namun salah satu piskiater, Alexandr Bukhanovsky, mau meluangkan waktu untuk mempelajari semua bukti dengan lebih cermat dan menyusun perkiraan profil si pembunuh. Dia menaksir, si pembunuh ini berusia antara 25-50 tahun dan punya kelainan orientasi seksual. Caranya membunuh para korbannya dengan kejam kemungkinan untuk menunjukkan dominasi diri sekaligus sebagai perangsang untuk mencapai kepuasan seksual. Namun dia juga diyakini punya karakter kuat dan intelejensi tinggi karena mampu menyusun rencana dengan cermat dan melaksanakannya.

Pemikiran bahwa si pembunuh punya masalah seksual membuat penyidik segera mengalihkan perhatian pada orang-orang yang punya catatan melakukan kejahatan seksual. Ditemukan satu nama, Valery Ivanenko, yang pernah melakukan sejumlah pelanggaran kesusilaan dan mengklaim diri psikotik. Ivanenko juga dikenal gampang memikat orang dan pernah jadi guru. Laki-laki berusia 46 tahun ini juga punya postur tubuh tinggi. Dia pernah dirawat di lembaga kejiwaan di Rostov, tapi kabur. Pendeknya, orang ini “cukup ideal” untuk jadi tersangka.

Ivanenko berhasil dibekuk. Namun segera Burakov sadar bukan ini tersangka yang diburunya. Apalagi tes menunjukkan golongan darahnya A, bukan AB seperti si pembunuh. Burakov makin pusing karena semua petunjuk seakan justru mengarahkannya ke jalan buntu. Bagaimana jalan penyelidikan selanjutnya?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya