Salatiga (Solopos.com)–Keberadaan Rumah Tahanan Negara (Rutan) Salatiga saat ini dinilai sudah tidak layak lagi dan mendesak untuk diperbaharui. Bangunan Rutan yang merupakan peninggalan zaman Pemerintah Kolonial Belanda saat ini sudah kelebihan kapasitas dan tak memiliki sarana olahraga serta pengembangan keterampilan bagi penghuninya.
Demikian diutarakan Kepala Rutan Kelas II B Salatiga, Darwin Tampubolon, Selasa (5/4/2011). Ia mengatakan saat ini penghuhi Rutan mencapai 166 orang, atau kelebihan 66 orang dari kapasitas ideal. Dengan kondisi ini, satu sel bisa dihuni sekitar delapan orang. “Untungnya di Salatiga udaranya sejuk, coba kalau seperti di Semarang, pastinya penghuni disini sudah banyak yang kepanasan,” ujar Darwin di kantornya.
Promosi Mudah dan Praktis, Nasabah Bisa Bayar Zakat dan Sedekah Lewat BRImo
Bangunan Rutan Salatiga baru diserahkan Pemerintah Kolonial Belanda kepada Pemerintah RI pada 1918. Bangunan ini juga yang masuk salah satu dari sekian banyak sebagai bangunan cagar budaya (BCB) di Salatiga. Luas bangunan yang berada di Jalan Diponegoro ini sekitar 2.000 meter persegi.
Keterbatasan sarana dan prasarana Rutan, sambung Darwin, membuat Napi alumnus Rutan Salatiga tidak memiliki keterampilan. Sehingga begitu keluar dari Rutan, sambung dia, sebagian Napi ini tidak tahu harus berbuat apa. Sulit bagi para alumnus Rutan untuk memperoleh pekerjaan sementara perut harus terus diisi.
Yang bisa mereka lakukan adalah membuka usaha mandiri, namun ini menjadi hal yang juga sulit dilakukan karena mereka tidak memiliki keterampilan. Oleh karena itu, Darwin meminta perhatian dari sejumlah pihak utamanya Pemkot Salatiga untuk bisa membantu menyelesaikan persoalan itu.
(kha)