SOLOPOS.COM - Beberapa warga membersihkan patung dewa menjelang perayaan tahun baru Imlek di Kelenteng Fuk Ling Miau, Gondomanan, Kota Jogja, DIY, Kamis (27/1/2022). Kegiatan bersih-bersih kelenteng yang diikuti ratusan warga dari berbagai organisasi kemasyarakatan seperti Satgas PPA, Foreder, Banser, Interfaith Voice, Srili, SIV, MIM, Merkids, Pemuda Katolik,dan GK Ladies itu menjadi salah satu bentuk nyata toleransi umat beragama menyambut tahun baru Imlek yang bertepatan 1 Februari 2022. (Antara/Andreas Fitri Atmoko)

Solopos.com, SOLO — Bangunan tempat bersembahyang umat Tri Dharma yang jamak disebut kelenteng banyak di Kota Semarang, terutama di kawasan pecinan. Di antara sekian banyak kelenteng di Pecinan Semarang itu ada satu yang dianggap tertua, yakni Kelenteng Tjap Kauw King atau yang juga dikenal sebagai Kelenteng Siu Hok Bio.

Berdasarkan buku Riwajat Semarang (Dari Djamannja Sam Poo Sampe Terhapoesnja Kongkoan) karya Liem Thian Joe yang diterbitkan kali pertama pada tahun 1934, Kelenteng Tjap Kauw King atau Kelenteng Siu Hok Bio tidak bisa dilepaskan dari sejarah pecinan.

Promosi Tanggap Bencana Banjir, BRI Peduli Beri Bantuan bagi Warga Terdampak di Demak

Kawasan pecinan terbentuk setelah pemberontakan orang-orang Tionghoa terhadap pemerintahan Hindia Belanda atau Geger Pecinan, pada tahun 1740-an. Setelah pemberontakan itu, pemerintah Hindia Belanda mengharuskan orang-orang Tionghoa pindah ke kawasan pecinan, termasuk yang saat itu bermukim di kawasan Gedung Batu. Sejarah lengkap bisa dibaca di Menengok Kelenteng Tertua di Semarang dan Sejarah Berdirinya.

Perayaan tahun baru Imlek identik dengan penyajian kue keranjang yang ternyata ada makna dan mitosnya. Kue ini dibuat hanya menjelang perayaan tahun baru Imlek dan biasa digunakan untuk persembayangan kepada leluhur oleh warga Tionghoa di Indonesia.

Menyantap dan membagikan kue keranjang ketika perayaan tahun baru Imlek menjadi tradisi turun-temurun, diwariskan oleh leluhur orang-orang Tionghoa. Kue keranjang (nian gao) jamak disajikan bersama kue ku (kue cikal), lapis legit, wajik, manisan segi delapan, tang yuang, dan kue mangkuk.

Sebutan keranjang diberikan kepada sajian ini lantaran proses pembuatannya dicetak pada wadah berbentuk keranjang. Sebutan lainnya adalah kue bakul, dodol China, atau kue manis. Disebut dengan dodol China karena bahan dasarnya tepung ketan dan gula sehingga memiliki tekstur yang kenyal dan lengket, berwarna cokelat, seperti tekstur dan warna khas jenang dodol. Silakan membaca informasi lebih lengkap di Mengenal Mitos dan Makna Kue Keranjang, Hidangan Khas Imlek.

Pada Selasa (1/2/2022) umat Khonghucu merayakan Hari Raya Tahun Baru Imlek 2573 Kongzi Li, tepatnya pada tanggal 1 Zheng Yue 2573 Kongzi Li. Tanggal ini  bersamaan dengan 1 Februari 2022. Bagi umat Konghucu tahun baru Imlek adalah perayaan keagamaan.

Bagi warga Tionghoa nonkonghucu, tahun baru Imlek adalah perayaan kebudayaan yang berlangsung sangat meriah dan bernuansa sosial serta religius. Dosen ilmu sejarah di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Hendra Kurniawan dalam buku Kepingan Narasi Tionghoa Indonesia: The Untold Histories (2020) menjelaskan sebelum merayakan tahun baru Imlek, orang Tionghoa –secara umum — membersihkan rumah dari sampah dan debu.

Tujuannya mempersiapkan diri agar seseorang bersih secara lahir batin pada hari tahun baru. Perayaan tahun baru Imlek atau tahun baru China adalah pesta untuk menyambut datangnya musim semi. Mayoritas penduduk China kala itu menggantungkan hidup dari bertani.

Para petani merasa hidup kembali setelah mengalami “kematian” pada musim dingin. Para petani mempersiapkan tanah, bibit, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan pertanian. Mereka bersiap bercocok tanam lagi pada musim semi. Silakan membaca selengkapnya di Umat Konghucu Sambut Tahun Baru Imlek dengan Lima Ritual Ibadah.

Pencanangan tahun 2022 sebagai tahun toleransi oleh pemerintah yang teknisnya dilaksanakan Kementerian Agama belum sepenuhnya dipahami dengan baik oleh masyarakat. Publik di negeri ini secara umum belum memahami urgensi program tersebut.

Ada sebagian pihak memahami atau sengaja membangun opini pencanangan 2022 sebagai tahun toleransi sebagai langkah politis pemerintah. Alasan yang sering mereka kemukakan adalah Indonesia yang berpenduduk mayoritas muslim sudah sangat toleran terhadap minoritas nonmuslim sehingga tidak perlu ada pencanangan 2022 sebagai tahun toleransi.

Belakangan ini banyak pemahaman, sikap, dan praktik ekstrem kanan maupun kiri yang terus bermunculan di Indonesia. Itu merupakan potret meningkatnya eksklusivisme beragama. Kondisi bangsa yang terpolarisasi karena sentimen agama yang meninggalkan “rasa” mengancam persatuan dan kesatuan bangsa. Agama telah menjadi “alat” agitasi politik kepentingan yang dapat mengancam persaudaraan dan persatuan bangsa. Penjelasan lengkap bisa dibaca di Pencanangan 2022 Sebagai Tahun Toleransi Belum Dipahami Publik.

Konten-konten premium di kanal Espos Plus menyajikan jurnalisme berkedalaman yang dilengkapi data dengan perspektif yang kuat dan terkait langsung dengan kepentingan membangun masyarakat yang kompeten. Silakan mendaftarkan diri di kanal Espos Plus agar bisa mengakses konten-konten premium tersebut.

 

 

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya