SOLOPOS.COM - Penampakan Herry Wirawan saat ditahan di Rutan Kebonwaru Bandung. (Okezone.com)

Solopos.com, JAKARTA — Tuntutan mati kepada Herry Wirawan, terdakwa pemerkosa belasan santri di Bandung, Jawa Barat diapresiasi kalangan legislator.

Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid menilai tuntutan jaksa itu merupakan upaya memberikan ketegasan hukum yang berkeadilan.

Promosi BRI Kantor Cabang Sukoharjo Salurkan CSR Senilai Lebih dari Rp1 Miliar

“Saya mengapresiasi tuntutan jaksa tersebut, karena tuntutan terberat harus disampaikan sebagai upaya memberikan ketegasan hukum berkeadilan. Dan juga membuat efek jera kepada pelaku dan pihak-pihak lain agar tidak melakukan perbuatan serupa,” kata Hidayat Nur Wahid (HNW) dalam keterangannya yang dikutip Solopos.com dari Antara, di Jakarta, Rabu (12/1/2022).

Tuntutan hukuman terberat, menurut Hidayat, juga merupakan aspirasi masyarakat luas sebagai bentuk pemberlakuan hukum yang tegas dan adil.

Hal itu menurut dia terlebih karena kebiadaban yang dilakukan terdakwa dalam waktu yang lama dan berulang, melakukan pelanggaran hukum negara dan hukum agama terhadap 13 santriwati yang masih di bawah umur. Perbuatan itu membuat para korbannya hamil dan melahirkan sembilan anak. Bahkan ada seorang korban yang melahirkan hingga dua kali.

“Padahal semestinya para santriwati itu dilindungi dan diberikan pendidikan bagi masa depan kehidupannya. Hormat kepada jaksa penuntut umum yang berani menuntut dengan tuntutan terberat,” ujarnya.

Dia menilai langkah selanjutnya adalah penting bagi majelis hakim untuk dapat menimbang secara jernih, menghadirkan kewibawaan dan keadilan hukum, dengan mengabulkan tuntutan terberat tersebut.

HNW mengatakan, tuntutan itu sudah sesuai dengan dakwaan pertama jaksa yaitu Pasal 81 ayat (1), ayat (3) dan ayat (5) jo Pasal 76D UU Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Baca Juga: Herry Wirawan Dituntut Hukuman Mati dan Asetnya Disita untuk Santriwati 

“Instrumen hukum yang ada sudah sangat memadai untuk menjatuhkan hukuman maksimal. Ini seharusnya dilaksanakan, sesuai dengan UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,” katanya.

Dia menilai percuma saja negara membuat UU yang bagus, dengan adanya ketentuan hukuman yang maksimal kepada pelaku kejahatan untuk memberi efek jera, dan melindungi korban dan kemanusiaan namun tidak digunakan secara maksimal oleh penegak hukum.

Anggota Komisi VIII DPR RI itu mengaku akan terus memantau kasus tersebut agar benar-benar memberikan keadilan kepada korban.

“Ini harus dikawal bersama agar hukuman terberat kepada terdakwa benar-benar dijatuhkan dan segera dilaksanakan. Itu untuk memberi efek jera kepada pelaku dan mencegah yang lain ikut-ikutan melakukannya sehingga kejahatan seksual terhadap anak-anak dapat dikoreksi,” ujarnya.

Selain itu, HNW juga mengatakan pentingnya perlindungan dan bantuan terhadap para korban, termasuk kelanjutan pendidikannya terutama izin keberadaan pesantren telah dicabut oleh Kementerian Agama (Kemenag).

Dia juga menilai para korban perlu mendapat bantuan pemulihan kesehatan fisik dan mental, terutama dari pihak Kementerian Sosial (Kemensos) dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA).

“Ini harus dilakukan secara paralel, sebagai pemenuhan kewajiban Negara melindungi seluruh warganya, apalagi terhadap anak-anak perempuan korban kejahatan seksual, seperti 13 santriwati dan teman-temannnya itu,” katanya.

Baca Juga: Terdakwa Herry Wirawan Minta Maaf karena Nodai Belasan Santri 

Ketua Komisi VIII DPR RI Yandri Susanto juga mengapresiasi tuntutan jaksa dan berharap majelis hakim dapat mengabulkan tuntutan tersebut.

“Tuntutan jaksa tentu kita apresiasi setinggi-tingginya. Artinya tuntutan jaksa itu seiring dan sejalan dengan kemauan masyarakat yang memang mengutuk keras peristiwa itu, perilaku Herry terhadap anak-anak santri,” kata Yandri.

Dia berharap hukuman maksimal terhadap Herry Wirawan menimbulkan efek jera di masyarakat agar tidak terjadi lagi perbuatan dan kejahatan yang sama.

Menurut dia, siapa pun anak bangsa yang perilakunya menyimpang bisa berpikir seribu kali untuk melakukan hal-hal yang tidak manusiawi seperti yang dilakukan Herry.

Yandri juga berharap kasus tersebut menjadi titik awal dalam penanganan kasus kekerasan seksual secara serius dan maksimal di semua daerah.

“Mudah-mudahan ‘pesan’ melalui pengadilan di Bandung itu akan menjadi titik awal kita untuk secara serius menangani masalah perilaku kekerasan seksual atau pelecehan seksual di semua daerah, termasuk di semua tingkatan, apa itu di masyarakat umum ataupun di lembaga pendidikan,” ujarnya.

Sebelumnya, terdakwa kasus dugaan pemerkosaan terhadap 13 santriwati Herry Wirawan, 36, dituntut hukuman mati oleh jaksa dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat.



Kepala Kejati Jawa Barat Asep N Mulyana mengatakan tuntutan hukuman mati itu diberikan kepada Herry Wirawan karena aksi asusilanya hingga menyebabkan para korban mempunyai anak dinilai sebagai kejahatan yang sangat serius.

“Kami pertama menuntut terdakwa dengan hukuman mati. Sebagai bukti, sebagai komitmen kami untuk memberikan efek jera kepada pelaku,” kata Asep di Pengadilan Negeri Bandung, Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (11/1/2022).

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya