SOLOPOS.COM - internet

Bandung– Menteri Perindustrian Mohamad S Hidayat mengakui produk tekstil Indonesia sulit menyaingi produk China yang harganya murah, sehingga perlu langkah terobosan yang berkesinambungan agar industri tekstil nasional mampu berproduksi secara efisien guna meningkatkan daya saing.

“Kita memang sulit menyaingi produk (tekstil) China terutama dari segi harga yang relatif murah,” katanya pada peresmian perluasan program restrukturisasi permesinan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di Bandung, Jawa Barat, Senin.

Promosi BRI Dipercaya Sediakan Banknotes untuk Living Cost Jemaah Haji 2024

Ia mengatakan, ada beberapa faktor terutama di bidang produksi dan distribusi yang menyebabkan industri TPT China lebih bersaing saat ini dibandingkan Indonesia.

Faktor tersebut antara lain, China memiliki bahan baku kapas, sedangkan Indonesia mengimpor 99,5 persen kapas untuk memenuhi kebutuhan bahan baku TPT.

Selain itu, lanjut dia, China memiliki industri bahan baku kimia zat warna TPT (dyestuff) yang cukup banyak, sedangkan Indonesia sebagian besar kebutuhan zat warna masih diimpor. Demikian pula dengan pasokan mesin TPT.

China, kata dia, memiliki industri permesinan tekstil yang cukup baik, sedangkan Indonesia harus mengimpor mesin tersebut.

“China mempunyai tingkat suku bunga komersial yang lebih menjanjikan dibanding Indonesia. Ditambah lagi, China menerapkan insentif ‘tax rebate’ bagi industri yang melakukan ekspor,” kata Hidayat.

Lebih jauh ia mengakui bahwa China memiliki prasarana listrik, pelabuhan, dan jaringan jalan yang relatif lebih baik dari Indonesia.

Oleh karena itu, Hidayat menilai, program bantuan restrukturisasi permesinan industri TPT yang dimulai sejak tahun 2007 harus dilanjutkan agar industri tersebut bisa bertahan dan daya saing meningkat.

Ia mengatakan, ada tiga faktor yang menyebabkan industri TPT harus dipertahankan.

Pertama, industri TPT menyerap tenaga kerja sebesar 15 persen dengan total penyerapan sebanyak 1.841.520 orang. Kedua, industri tersebut mampu memberi surplus perdagangan sebesar 24,33 persen pada 2007 dan di tengah krisis keuangan dunia tahun 2008 masih mampu meraih surplus sebesar delapan miliar dollar AS. Ketiga, industri TPT berperan dalam memenuhi kebutuhan sandang di dalam negeri.

“Berbagai pihak telah mulai pula menyadari dan peduli akan pentingnya peran industri TPT. Jadi kami sependapat, langkah terobosan (program bantuan restrukturisasi mesin TPT) yang sudah dirintis Kementerian Perindustrian sejak 2007, tetap harus dilanjutkan,” ujar Hidayat yang dilantik sebagai Menperin pada Oktober 2009 lalu menggantikan Fahmi Idris.

Sementara itu, Wakil Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat mengatakan, sampai saat ini masih ada kekhawatiran kalangan pelaku industri tekstil terhadap dampak pelaksanaan perjanjian perdagangan bebas Asean-China (ACFTA), mengingat China merupakan raksasa manufaktur dunia.

“Sisa ekspor TPT China yang dipasok ke Indonesia sama dengan kapasitas terpasang industri TPT nasional,” ujarnya.

Ia berharap pemerintah menyosialisasikan langkah bertahan dan bereaksi terhadap pelaksanaan ACFTA tersebut.

Kendati khawatir, Ade menilai, seiring dengan meningkatkannya pendapatan kalangan menengah atas di China, maka ada peluang bagi industri TPT nasional untuk masuk ke segmen tersebut.   “Kami minta Kementerian Perindustrian memfasilitasinya,” kata Ade.

ant/isw

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya