SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Tangerang– Kementerian Agama saat ini masih menelaah Rancangan Undang-undang Peradilan Agama khususnya pasal yang mengatur tentang pernikahan siri atau pernikahan yang tidak tercatat dalam administrasi negara.

Kepada wartawan disela mendampingi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang mengunjungi Lembaga Pemasyarakatan Anak di Tangerang, Selasa, Menteri Agama Suryadharma Ali mengatakan penyusunan RUU Peradilan Agama tersebut telah dilakukan sejak beberapa tahun yang lalu.

Promosi Kredit BRI Tembus Rp1.308,65 Triliun, Mayoritas untuk UMKM

“Nanti kita lihat pasal demi pasal dengan fraksi-fraksi (DPR-red), itu ada daftar inventarisasi masalah. Nanti kita dengan berbagai pandangan mengenai rancangan pasal itu. Mungkin saja ada yang cocok atau kurang cocok, mungkin  nanti bertemu, pemikiran yang lebih sesuai dari apa yang dikonsepkan sekarang,” paparnya.

Beberapa hari terakhir ini timbul pro kontra terkait nikah siri. Ada pihak yang mendukung pernikahan siri bisa dijadikan aduan pidana dan pihak lainnya menentang hal tersebut.

Lebih lanjut, Suryadharma menjelaskan selaku Menteri Agama berada dalam posisi pemerintah maka draf yang diajukan pemerintah dalam pembahasan RUU tersebut merupakan sikap pemerintah.

“Apapun dari draf itu ajuan pemerintah posisi saya, saya menteri baru, lima sampai enam tahun lalu sudah diajukan itu, ada naskah akademis, landasan filosif itu yang belum didalami (olehnya-red),” katanya.

Secara pribadi, anggota kabinet dari Partai Persatuan Pembangunan itu mengatakan kalau nikah siri dari segi syar’i hukum Islam sah sementara dari sisi ketentuan pemerintah harus dicatat dan ada administrasi dilanggar.

“Efek negatif dari perkawinan pasti ada. Seperti kalau wanita hamil maka anak tidak memiliki ikatan hukum tertulis terkait waris, negatifnya juga membuat laki-laki bisa seenanknya, ini terkait perlindungan terhadap perempuan,” paparnya.

Sementara bila ada pihak yang menilai nikah siri bisa disalahgunakan untuk prostitusi terselubung, Suryadharma menolak hal itu dengan tegas.

“Saya tidak setuju pandangan itu. Awalnya orang nikah cukup dengan penghulu, mereka nikah ada kiai, ada pengantin, mahar, saksi, selesai. Apakah itu halalkan prostitusi, tidak juga” kata dia.

Setelah UU perkawinan diatur, lanjut dia, maka yang nikah melalui pengadilan agama pernikahan dicatat. Bedanya dalam pencatatan saja, tetapi keluarga ada, saksi ada.

Ia mengatakan sepanjang syaratnya semua rukun terpenuhi kalau dari sisi syar’i tidak ada masalah.

“Kita diatur ketentuan UU dan itu  harus dilengkapi sesuai ketentuan UU dicatat di pengadilan,” tegasnya.

Sebelumnya, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Amidhan mengatakan, pelaku pernikahan yang menurut undang-undang tidak sah seperti pernikahan siri bisa dikenai sanksi.

“Sesuai dengan fatwa yang diputuskan di Padangpanjang, Sumatra Barat, Januari 2009, dengan mengacu pada Undang-undang Perkawinan tahun 1974, sebuah pernikahan harus sah secara agama dan negara,” kata Amidhan

Sedangkan Ketua Mahkamah Konstitusi Moh Mahfud MD mengatakan, dirinya sepakat akan wacana pelarangan pernikahan siri dalam Rancangan Undang-undang (RUU) Peradilan Agama agar tidak terdapat korban akibat pernikahan jenis tersebut.

“Saya setuju bila pelaku pernikahan siri dipidanakan karena bisa membuat anak-anak terlantar dan istri pertama tidak mau mengakuinya,” katanya.

ant/isw

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya