SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

SUKOHARJO–Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) menjatuhkan skors kepada Prof Harsono yakni tidak boleh mengajar di S-2 di selama dua tahun. Ia diskors lantaran memublikasikan artikel dari ringkasan tesis mahasiswa bimbingannya, dengan hanya mencantumkan namanya sendiri.

Rektor UMS, Prof Dr Bambang Setiaji MS, Rabu (25/4/2012), ketika dimintai konfirmasi Solopos.com, enggan menyebutkan nama profesor itu dan hanya menyebutkan identitas seorang profesor berinisial H. Bambang mengatakan skors berlaku mulai 1 Mei mendatang.

Promosi Klaster Usaha Rumput Laut Kampung Pogo, UMKM Binaan BRI di Sulawesi Selatan

Sementara dari penelusuran Solopos.com, inisial H tersebut mengarah kepada Prof Harsono. Ketika dimintai konfirmasi Solopos.com, Harsono mengakui mendapat skors karena kelalaian yang dilakukan saat memublikasikan sebuah artikel. Ia juga sempat shock dengan skors yang dijatuhkan oleh UMS itu.

Harsono mengaku saat itu salah mengirimkan naskah yang telanjur dipublikasikan dalam sebuah jurnal. “Ya, itu saya anggap kekeliruan saya Mbak. Benar, itu tanpa saya sengaja,” ungkapnya ketika  dihubungi Solopos.com, Rabu malam.

Harsono menambahkan saat ini tengah menyusun buku yang isinya menjelaskan kelalaian yang ia perbuat. “Saat ini saya sedang istirahat dan tengah menulis buku untuk meluruskan kekeliruan saya itu. Sebentar lagi bukunya jadi,” tambahnya.

Di sisi lain Rektor UMS mengatakan skors yang dijatuhkan bukan hanya tidak mengajar mahasiswa S-2 selama dua tahun, tapi juga tidak mengajar mahasiswa S-1 selama satu semester. Keputusan itu, jelas Bambang, didapat berdasarkan hasil sidang tertutup  Tim Penegak Disiplin UMS bulan ini. Berdasarkan hasil sidang, Harsono dikenai sanksi karena sebuah kelalaian.

“Setelah diputuskan dalam sidang itu, lalu saya tetapkan. Kalau prosesnya seperti apa saya enggak tahu, karena saya tidak ikut,” ungkap Rektor saat ditemui Solopos.com, di ruang kerjanya.

Bambang menambahkan skors dijatuhkan karena yang bersangkutan terbukti melakukan plagiat tesis mahasiswa S-2. Prof Harsono membuat artikel ilmiah dari ringkasan tesis mahasiswa bimbingannya dan dipublikasikan di jurnal regional, yaitu jurnal Kopertis. Dalam penulisan artikel itu, hanya dicantumkan nama Si Profesor.
“Sebenarnya, kalau ditulis bersama mahasiswa tidak apa-apa, karena dosen pembimbing juga punya andil dan harus ikut mempertanggungjawabkan isi karya  mahasiswanya,” terang Rektor.

Antiplagiat

Karya itu, menurut Bambang, dipublikasikan pada 2009 namun baru diketahui 2012 setelah mantan mahasiswa S-2 di Magister Pendidikan UMS mengeluh padanya. “Setelah itu langsung kami cek dan kami tindak lanjuti. Dia (mahasiswa S-2-red) melaporkannya ya bulan ini. Bulan ini kami tindak lanjuti langsung,” jelas Bambang.

Skors dua tahun tak mengajar itu, menurut Bambang, bukan sanksi yang ringan untuk ukuran seorang guru besar. Ia menegaskan tidak ada pemecatan karena artikel yang dipublikasikan bukan untuk tujuan kenaikan pangkat. “Saat kami cek, tidak ada tujuan kenaikan pangkat. Entah itu untuk apa, padahal karya beliau berupa buku juga sudah banyak.”

Lebih lanjut, Bambang mengatakan UMS memang sangat tegas dalam memberantas penjiplakan. UMS juga selalu mengampanyekan antiplagiat dengan memasang banner antiplagiat di semua fakultas. UMS pun menerapkan aturan Dirjen Dikti agar memublikasikan tesis mahasiswa S-1 dan S-2 dalam jurnal ilmiah. Upaya itu dilakukan untuk memerangi penjiplakan. Selain itu, UMS juga akan menyediakan mesin pelacak antiplagiat.

“Dengan begitu, karya yang sama akan mudah dideteksi. Hal itu juga dilakukan agar tidak terjadi plagiat,” terangnya.

Senada, salah satu anggota Tim Penegak Displin UMS, Prof Dr Absori SH MHum, Rabu, mengatakan UMS memang tegas dalam menyikapi adanya plagiat. Plagia, menurutnya, tindak kejahatan yang setara dengan korupsi.

Mengenai kasus profesor tersebut, Absori mengaku skors yang diberikan disesuaikan dengan kode etik profesi di UMS. Menurutnya, tak ada aturan yang jelas mengenai sanksi plagiat. “Sanksi itu juga tidak diatur jelas di undang-undang. Jadi hukumannya sesuai lembaga. Bagaimana kita menghargai profesi kita sendiri,” tuturnya saat ditemui di ruang kerjanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya