SOLOPOS.COM - Emha Ainun Nadjib dan sahabat sekaligus dokter pribadinya, Eddy Supriyadi (kiri) dalam salah satu acara Maiyah, beberapa waktu lalu. (caknun.com)

Solopos.com, YOGYAKARTA — Sejak dirawat karena mengalami pendarahan otak pada Kamis (6/7/2023) lalu, Emha Ainun Nadjib selalu dijaga oleh Eddy Supriyadi, dokter sekaligus sahabat budayawan yang akrab disapa Cak Nun itu.

Bergaul sejak 40 tahun lalu, Eddy Supriyadi yang merupakan konsultan hematologi ongkologi pediatrik itu merupakan dokter pribadi Cak Nun.

Promosi Oleh-oleh Keripik Tempe Rohani Malang Sukses Berkembang Berkat Pinjaman BRI

Eddy Supriyadi menceritakan tentang pengalamannya mendampingi pemulihan Cak Nun di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta selama 14 hari terakhir.

Pengalaman Eddy itu dituangkan dalam laman caknun.com, website yang dikelola orang-orang dekat dari Cak Nun.

Berikut tulisan Eddy yang dikutip Solopos.com secara utuh, Rabu (19/7/2023):

Membersamai Mbah Nun selama beliau beristirahat di rumah sakit, saya mengamati banyak hal terjadi di luar hal-hal medis.

Hanya 2-3 jam semenjak Mbah Nun masuk ke Instalasi Gawat Darurat, sudah berterbangan informasi di jagat maya, di medsos, di WAG tanpa adanya konfirmasi kepada pihak keluarga. Semua dugaan dan asumsi.

Sayangnya, dugaan dan asumsi itu menjadi diagnosis yang sangat dipercaya khalayak. Demikian hebat power media sosial menyebarkan berita.

Nggak peduli apakah itu berita bagus atau berita buruk. Ternyata masih juga berlaku di dunia jurnalistik bahwa ‘bad news’ is a ‘good news’.

Demikianlah bisa dibayangkan, dengan nama besar beliau sebagai simbah, sebagai bapak, sebagai cacak dan sekaligus sebagai sahabat dan kawan dekat rakyat jelata sampai pejabat negara, berita yang beredar itu menjadi topik nasional.

Beberapa kawan dekat ada yang mencoba mengkonfirmasi kepada saya. Saya menjawabnya dengan apa yang saya ketahui.

Pada akhirnya saya dipasrahi keluarga untuk menjawab segala pertanyaan kawan-kawan jurnalis yang masuk kepada saya.

Semua pertanyaan saya jawab sesuai kewenangan saya menjawabnya, dan untuk pertanyaan-pertanyaan lain yang mungkin belum terjawab, itu semata karena menyangkut kewenangan dari pihak yang berwenang menjawabnya.

Mbah Nun adalah aset bangsa, yang harus kita jaga. Saya secara pribadi mengenal beliau secara dekat mulai pertengahan tahun 80-an.

Ini sekaligus menjawab penasarannya Munzir Majid di tulisannya beberapa hari lalu. Jadi, hampir 40 tahun saya mengenal Mbah Nun. Banyak hal yang kami lakukan bersama-sama maupun hanya ngobrol berdua.

Mulai makan di warung-warung pinggir jalan seperti di warung gudeg Kotagede, plecing kangkung Jalan Argolubang, Soto Mekar Jaya Jalan Solo, sampai membersamai beliau memenuhi undangan makan di sebuah restoran mewah di Den Haag, Belanda.

Maka tak heran ketika berita sakitnya beliau membuahkan reaksi dari khalayak luas, baik dari anak cucu beliau, sahabat karib, para kyai, ketua partai, para menteri-menteri di kabinet bahkan presiden juga membezoek beliau.

Berbagai macam hiruk-pikuk persiapan kunjungan para tamu penting sudah dimulai beberapa hari sebelum kedatangan beliau beliau ini. Mulai dari pejabat di RS ini yang sibuk dalam persiapan penyambutan para tamu.

Yaaa mungkin itu prosedur yang biasa dilakukan atau apa, saya kurang mengetahuinya.

Ketika suatu siang saya sedang ngobrol dengan Cak Zakki, tiba-tiba ada 3 orang yang langsung menuju konter di ruangan itu (yang sebenarnya itu bukan konter untuk ruangan di mana Mbah Nun dirawat).

Dengan nada tegas si tamu menanyakan kepada petugas yang berjaga di situ. Tampak si mbak kebingungan menjawab. Ya karena memang tidak tahu dan bukan job description-nya untuk menjawab pertanyaan.

Melihat gelagat itu Cak Zakki memanggil sang penanya tersebut yang berada beberapa langkah di depan saya dan Cak Zakki ngobrol.

“Mas sini, Mas…, ” sapa Cak Zakki.

“Ini dari Pak X kan, dari kementerian Y?”

“Gini Mas, saya sudah seminggu ini kontak dengan sekpri beliau. Dan bapak akan kami temui di sini besok jam 16.30”.

“Di mana ketemunya?” tanya si pengawal

“Ya di sini ini…. Tempat kita berdiri ini!” jawab Cak Zakki tegas.

Sang pengawal tampak tidak puas, maka Cak Zakki langsung menukas,

“Kalau bapak nggak mau ditemui di sini, ya tidak usah ke sini saja!” tegas CZ.

Saya makjleb dan sekaligus kagum dengan ketegasan Cak Zakki. Dan saya sangat setuju dengan cara Cak Zakki melindungi aset bangsa ini.

Di hari berikutnya, ketika Cak Zakki yang sedang santai di kursi panjang di depan lift, keluarlah seorang yang sangat terkenal, yang tiap hari wajah dan beritanya muncul di TV, koran, medsos medsos, twitter, Instagram, dan media media lainnya.

“Loh kok nggak kasih tahu kalau mau datang (seperti para tokoh yang lain)?” tanya Cak Zakki.

Sambil senyum beliau yang hanya ditemani seorang sahabatnya menjawab,

“Ini tadi ada acara di Palagan, terus ke sini.”

Saya pun kagum dan bergumam, masih ada ya di zaman seperti ini, di mana ‘popularitas’ menjadi ukuran sangat penting, follower dan ‘like’ menjadi ‘berhala’ yang sangat didamba dan diharapkan, kok masih ada orang seperti ini, yang bergerak dalam sunyi.

Maka bincang-bincang di tempat yang sama dengan tempat di mana Cak Zakki berbicara tegas dengan beberapa orang pengawal, menjadi sangat cair dan hangat. Kemudian beliau berdoa untuk kesempurnaan pemulihan Mbah Nun.

Dan saya pun melihat gambar Cak Zakki berfoto berdua dengan beliau ini.

Dengan senyum!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya