SOLOPOS.COM - Miniatur gambaran peristiwa Kongres Pemuda II yang berlangsung pada 28 Oktober 1928 (museumsumpahpemuda.kemdikbud.go.id)

Solopos.com, JAKARTA–28 Oktober menjadi salah satu hari bersejarah bagi Indonesia. Bisa dikatakan, hari itu menjadi awal bangkitnya semangat persatuan para pemuda dalam misi merebut Kemerdekaan Indonesia.

Terdapat proses yang panjang sebelum akhirnya tercapai putusan dari rumusan resolusi yang dinamai Sumpah Pemuda tersebut. Lantas, bagaimana kisahnya?

Promosi BRI Kembali Gelar Program Pemberdayaan Desa Melalui Program Desa BRILiaN 2024

Sebagaimana dilansir Solopos.com dari Buku Soegondo Djojopoespito: Hasil Karya dan Pengabidannya, sejarah mencatat bahwa proses perjuangan pemuda telah dimulai sejak 1900-an. Berbagai organisasi dan partai politik satu-persatu lahir dan bermunculan.

Selain itu, para pemuda, bahkan dari kalangan pelajar, banyak membuat perkumpulan ketika itu. Sebut saja Tri Koro Dharmo yang berdiri pada 1915. Tiga tahun setelahnya, organisasi kedaerahan ini kemudian berubah nama menjadi Jong Java.

Kehadiran Jong Java tidak lain dan tidak bukan adalah untuk memupuk rasa nasionalisme para pemuda. Tak ingin ketinggalan, pembentukan perkumpulan ini kemudian diikuti oleh daerah-daerah lainnya seperti Jong Sumatranen Bond, Jong Minahasa, Jong Ambon, Jong Celebes, serta Jong Timoresche Verbond.

Kongres Pemuda I

Sebagai upaya mempersatukan bermacam jenis organisasi kepemudaan yang ada di Indonesia, maka pada 30 April hingga 2 Mei 1926 diadakanlah Kongres Pemuda I di Jakarta.

Pertemuan ini  diadakan dengan tujuan meningkatkan paham persatuan Kebangsaan serta mempererat hubungan antar organisasi atau perkumpulan yang ada.

Seluruh perwakilan organisasi pemuda hadir dalam kongres yang dipimpin oleh Muhammad Tabrani tersebut. Berbagai pidato dengan tema persatuan, hingga toleransi antar umat beragama disuarakan pada Kongres Pemuda I.

Namun tampaknya kongres tersebut belum membuahkan hasil yang memuaskan. Sehingga, pertemuan demi pertemuan lainnya terus diagendakan demi mencapai kesepakatan.

Kongres Pemuda II

Tibalah saat di mana Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI) memprakarsai kegiatan Kongres Pemuda II yang diketuai oleh Soegondo Djojopoespito.

Sugondo bersama panitia kecil yang ada bertugas menyusun agenda yang terbagi menjadi tiga kegiatan rapat selama dua hari, 27 Oktober hingga 28 Oktober 1928.

Rapat pertama digelar pada Sabtu malam 27 Oktober 1928 di Gedung Katholieke Jongelengen Bond. Kegiatan yang diadakan adalah pembukaan rapat oleh Sugondo Djojopoespito.

Ditengok dari laman kemdikbud.go.id, dalam sambutannya Sugondo berharap bahwa dengan diadakannya Kongres Pemuda II,  maka semangat persatuan para pemuda akan semakin kuat.

Rapat hari pertama diakhiri dengan pidato Moh. Yamin yang membahas tentang Persatuan dan Kebangsaan Indonesia.

Rapat kedua berlangsung pada Minggu, 28 Oktober 1928 dimulai pada pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 14.00 WIB. Rapat dilakukan di Gedung Oost-Java Bioscoop dengan topik pendidikan. Adapun yang menjadi pembicara adalah Poernomowoelan dan Sarmidi Mangoensarkoro.

Keduanya sependapat bahwa anak-anak haruslah mendapatkan pendidikan kebangsaan. Selain itu, pendidikan yang didapat anak baik di sekolah maupun rumah harus berimbang dengan pola didik yang demokratis.

Kemudian rapat ketiga berlangsung pada sore harinya yakni pukul 17.30 WIB dan selesai pada pukul 23.30 WIB di Gedung Indonesische Clubgebouw. Diceritakan bahwa rapat ini dimulai dengan kekecewaan karena agenda tak berjalan sesuai rencana.

Mulanya, direncanakan terdapat arak-arakan pandu. Namun batal karena tak diberi izin oleh polisi Belanda. Kendati demikian, rangkaian rapat selanjutnya berjalan dengan lancar.

Berbagai pidato disuarakan dalam rapat ketiga tersebut. Di antaranya adalah pidato yang disampaikan oleh Ramelan dan juga Sunario SH. Dalam pidatonya, Ramelan menyebutkan bahwa Gerakan kepanduan tak bisa dipisahkan dari pergerakan nasional.

Kepanduan sejatinya dianggap dapat melatih anak-anak untuk disiplin dan mandiri sejak dini. Di mana kedua hal tersebut dibutuhkan dalam menghadapi perjuangan. Adapun Soenario menyampaikan pentingnya nasionalisme dan demokrasi selain gerakan kepanduan.

Di tengah pidato Soenario, Muh. Yamin kemudian menyampaikan kepada Sugondo bahwa Ia mempunyai rumusan resolusi yang lebih luwes melalui secarik kertas. Tulisan tersebut lantas mendapat persetujuan dari Soegondo dan diteruskan kepada panitia lainnya.

Kemudian, rumusan resolusi yang akhirnya dikenal sebagai Sumpah Pemuda tersebut dibacakan di akhir rapat dengan isinya sebagai berikut :



Pertama

KAMI POETERA DAN POETERI INDONESIA, MENGAKOE BERTOEMPAH DARAH JANG SATOE, TANAH INDONESIA.

Kedoea

KAMI POETERA DAN POETERI INDONESIA, MENGAKOE BERBANGSA JANG SATOE, BANGSA INDONESIA.

Ketiga

KAMI POETERA DAN POETERI INDONESIA, MENDJOENDJOENG BAHASA PERSATOEAN, BAHASA INDONESIA

Kali pertama lagu Indonesia Raya diperdengarkan

Ada yang menarik ketika Kongres Pemuda II berlangsung. Sebelum rapat ditutup dengan membacakan naskah Sumpah Pemuda, untuk kali pertama lagu Indonesia Raya diperdengarkan meskipun tidak disertakan dengan syairnya.

Mengapa demikian? Sebab, jika syair lagu tersebut diperdengarkan, Soegondo khawatir akan timbul hal-hal yang tak diinginkan. Mengingat ada kata merdeka pada isi lagunya, sedangkan Indonesia saat itu belum mencapai kemerdekaannya.

Kendati hanya berupa alunan musik, namun lagu Indonesia Raya tersebut mendapat sambutan yang meriah dari seluruh peserta yang hadir pada Kongres Pemuda II.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya