SOLOPOS.COM - Ilustrasi pria (JIBI/Dok)

Solopos.com, JAKARTA — Sekretaris Jenderal PBNU Helmy Faishal Zaini meminta pelaku pemerkosa santri di Kota Bandung, HW, 36, dihukum seberat-beratnya bahkan hingga dikebiri demi mempertanggungjawabkan perbuatannya.

“Tindakan yang dilakukan HW harus ditindak dengan hukuman yang seberat-beratnya, termasuk kebiri. Sebab perbuatannya telah merugikan banyak pihak, menimbulkan trauma dan sekaligus merenggut masa depan korban,” ujar Helmy dalam keterangan tertulis yang diterima Antara di Jakarta, Sabtu (11/12/2021).

Promosi Waspada Penipuan Online, Simak Tips Aman Bertransaksi Perbankan saat Lebaran

Helmy mengatakan kejahatan pemerkosaan yang dilakukan HW sangat biadab, bahkan jauh dari ajaran pesantren. Ia diketahui telah memperkosa 12 santri, bahkan ada laporan yang menyebut total korbannya mencapai 21 orang

Tradisi pesantren, kata Helmy, selalu mengajarkan soal akhlak. Sementara HW justru mempertontonkan tindakan asusila yang tidak pernah ada dalam nilai-nilai Islam.

“Mendorong dan percaya sepenuhnya kepada Polri untuk menindak tegas perbuatan pelaku. Kita yakin bahwa pihak kepolisian bergerak cepat dan cermat dalam menangani kasus ini,” kata dia.

Baca Juga: Kemenag Cabut Izin Ponpes Bandung, Buntut Kasus Guru Perkosa Santriwati

Sementara itu, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas memerintahkan jajarannya di Kementerian Agama mulai tingkat provinsi hingga kabupaten/kota untuk melakukan investigasi menyeluruh serta mitigasi pencegahan kekerasan seksual di lembaga pendidikan keagamaan.

“Kita sedang investigasi untuk menurunkan semua jajaran Kemenag, melakukan investigasi di daerah masing-masing. Jadi kalau ada hal serupa, kita akan lakukan mitigasi serupa. Jadi jangan tunggu ada kejadian dulu,” ujar Menag.

Menag khawatir kasus kekerasan seksual yang dilakukan guru pesantren, HW, 36, terhadap belasan santri di Kota Bandung bak fenomena puncak gunung es yang selama ini tak terungkap di satuan pendidikan keagamaan.

Investigasi dan mitigasi, kata dia, akan dilakukan di seluruh satuan pendidikan di lingkungan Kementerian Agama mulai dari madrasah, pesantren, hingga perguruan tinggi.

“Jadi kekerasan seksual, pelecehan seksual dan semua tindak asusila itu harus disikat,” kata dia.

Baca Juga: Beredar Informasi Ustaz Abdul Somad Ditangkap Densus 88, Ini Kata Polri

Pendampingan Korban

Sebelumnya, Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) Nahar menilai terdakwa kasus pemerkosaan terhadap 12 santriwati dapat diancam tambahan hukuman kebiri sesuai Pasal 81 ayat 7 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2016 yang telah ditetapkan menjadi Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2016.

“Kami mendukung proses peradilan yang sedang berlangsung serta mendorong penerapan hukuman yang tegas dan maksimum terhadap terdakwa yang telah melakukan perbuatan sangat keji terhadap anak yang ingin mendapatkan pendidikan terbaiknya,” kata Nahar melalui siaran pers, Jakarta, Jumat.

Guru pesantren di Cibiru, Kota Bandung tersebut melakukan pemerkosaan terhadap 12 santriwati selama lima tahun sejak 2016 – 2021. Bahkan empat santriwati melahirkan delapan anak.

Baca Juga: Sejarah Hari Ini : 12 Desember 1959, SEA Games Perdana Digelar

Dalam persidangan yang sedang berlangsung, terdakwa disangkakan melanggar Pasal 81 ayat (1) dan ayat (3) Jo Pasal 76D UU Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Jo Pasal 65 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pelaku terancam hukuman lebih dari 5 tahun.

Nahar menginformasikan saat ini korban telah mendapat pendampingan dari Lembaga Layanan Perlindungan Perempuan dan Anak yang dikoordinasikan oleh Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Jawa Barat.

“Perhatian khusus diberikan untuk pendampingan psikososial agar anak korban pulih dan dapat kembali ke masyarakat,” kata Nahar.

Nahar meminta semua pihak termasuk media berhati-hati dalam menyampaikan informasi serta tidak memberi stigma kepada korban. Menurut dia, korban berhak mendapatkan perlindungan identitas diri atau privasi demi menghindari dampak-dampak buruk lainnya.

Baca Juga: Polisi Tangkap Terduga Pelaku Pembunuhan Pria Tunawicara di Kemayoran

Kemen PPPA pun mengharapkan adanya langkah pencegahan yang serius dari semua pihak, baik dari pengelola lembaga pendidikan maupun melibatkan pengawasan orangtua dan pihak-pihak lainnya.

Pihaknya mendorong agar setiap lembaga pendidikan dan pengasuhan, termasuk pesantren harus memiliki dan menerapkan standar pengasuhan bagi anak yang berada di bawah tanggung jawabnya.

“Kami juga mengharapkan orang tua turut mengawasi anaknya yang ditempatkan di lembaga pengasuhan atau pendidikan dan membangun komunikasi yang intens dengan anak sebagai bagian dari tanggung jawab pengasuhan yang tidak boleh dilepaskan begitu saja kepada lembaga tersebut,” ujar Nahar.



Nahar mengatakan lembaga pengasuhan atau pesantren wajib memberikan orientasi kepada peserta didik untuk melindungi dirinya dari segala bentuk tindak kekerasan dan memiliki akses untuk melaporkan segala bentuk perlakuan yang diterima.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya