SOLOPOS.COM - Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe. (Reuters)

Solopos.com, JAKARTA – Publik Jepang dan dunia berduka atas wafatnya perdana menteri terlama di Jepang Shinzo Abe setelah ditembak saat berkampanye, Jumat (8/7/2022).

Shinzo Abe yang meninggalkan jabatan Perdana Menteri Jepang pada 2020, ditembak ketika berpidato untuk pemilihan parlemen di wilayah Kota Nara.

Promosi Siasat BRI Hadapi Ketidakpastian Ekonomi dan Geopolitik Global

Tembakan tersebut membuat Shinzo Abe tersungkur dan tak sadarkan diri. Ia pun dilarikan ke rumah sakit terdekat.

Setelah menjalani perawatan intensif di rumah sakit selama beberapa jam, Shinzo Abe akhirnya mengembuskan nafas terakhirnya di usia 67 tahun.

Baca Juga: Bukan Pembunuhan, Ancaman Pemilu Indonesia adalah Hoaks

Kabar wafatnya pria yang dikenal memperjuangkan reformasi ekonomi yang ambisius itu membuat Perdana Menteri Fumio Kishida tak mampu menahan kesedihan yang mendalam.

Kishida sangat mengutuk penembakan itu dan menyebut tindakan itu tidak dapat dimaafkan.

Rasa duka mendalam juga disampaikan oleh Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi. Ia menyampaikan simpati dan belasungkawa mendalam atas meninggalnya Shinzo Abe .

Baca Juga: Berbela Sungkawa, SBY Kenang Shinzo Abe Sahabat Baik

“Dedikasinya untuk melayani negara dan rakyatnya akan selalu dikenang sebagai contoh terbaik untuk semua,” kata Retno.

Ucapan belasungkawa juga disampaikan oleh Presiden Korea Selatan Yoon Suk-Yeol. Ia mengatakan rakyat Jepang telah kehilangan politisi yang dihormati dalam sejarah konstitusional Jepang.

Boris Johnson yang baru saja mengundurkan diri dari kursi Perdana Menteri Inggris mengaku sangat terkejut dan sedih mendengar tentang serangan keji terhadap Shinzo Abe .

Baca Juga: Shinzo Abe Ditembak, Pembunuhan PM Jepang Pernah Terjadi Tahun 1936

“Kepemimpinan globalnya akan dikenang oleh banyak orang. Doa saya bersama keluarganya, teman-temannya, dan rakyat Jepang. Inggris mendukung Anda di saat yang gelap dan menyedihkan ini,” kata Johnson.

Sementara itu Perdana Menteri Australia Anthony Albanese mengenang sosok Shinzo Abe sebagai pemimpin di Indo-Pasifik yang memperjuangkan visi kawasan yang bebas dan terbuka.

“Quad dan Perjanjian Komprehensif dan Progresif untuk Kemitraan Trans-Pasifik dalam banyak hal merupakan hasil dari kepemimpinan diplomatiknya,” kata Albanese.

Baca Juga: Tersangka Penembak Abe Eks Anggota Pasukan Bela Diri Jepang

Kanselir Jerman Olaf Scholz mengungkapkan simpati terdalam kepada keluarga Shinzo Abe.

Ia mengaku terkejut dan sedih dengan berita bahwa mantan Perdana Menteri Jepang itu meninggal pada Jumat beberapa jam setelah dia ditembak saat berkampanye untuk pemilihan parlemen.

“Kami berdiri erat di sisi Jepang bahkan di waktu-waktu sulit ini,” cuit Scholz.

Shinzo Abe berusia 52 tahun saat dia pertama kali menjadi perdana menteri Jepang pada tahun 2006.

Baca Juga: Mantan PM Jepang Shinzo Abe Ditembak, JK: Semoga Selamat

Ia menjadi orang termuda yang pernah menduduki jabatan Perdana Menteri Jepang.

Dia dipandang sebagai simbol perubahan dan generasi muda, tetapi juga membawa silsilah politisi generasi ketiga yang dipersiapkan sejak lahir oleh keluarga elit dan konservatif.

Masa jabatan pertama Shinzo Abe penuh gejolak yang dibayangi oleh skandal dan perselisihan serta dibatasi oleh pengunduran diri.

Saat menjabat sebagai Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe berusaha untuk menghidupkan kembali Jepang dengan kebijakan ekonomi yang ambisius yang dikenal sebagai Abenomics.

Baca Juga: Shinzo Abe Ditembak, Pembunuhan PM Jepang Pernah Terjadi Tahun 1936

Abenomics merupakan istilah yang mengacu pada kebijakan ekonomi yang ditetapkan untuk Jepang pada 2012 saat Perdana Menteri Shinzo Abe berkuasa untuk kedua kalinya.

Shinzo Abe kemudian meluncurkan strategi “Abenomics” untuk mengalahkan deflasi yang terus-menerus dan menghidupkan kembali pertumbuhan ekonomi dengan kebijakan moneter yang sangat mudah dan pengeluaran fiskal, bersama dengan reformasi struktural untuk mengatasi populasi yang cepat menua serta menyusut, seperti dikutip Reuters.

Namun, deflasi terbukti “keras kepala”, dan strategi Shinzo Abe untuk pertumbuhan ekonomi Jepang menderita pada 2019 akibat kenaikan pajak penjualan dan perang perdagangan China-AS.

Baca Juga: Idul Adha 1962, Presiden Sukarno Ditembak dari Jarak Dekat

Pandemi Covid-19 pada tahun berikutnya memicu kemerosotan ekonomi terdalam di Jepang.

Pada awal pandemi, Shinzo Abe mengeluarkan kebijakan untuk menutup perbatasan Jepang dan menerapkan keadaan darurat yang mendesak orang untuk tinggal di rumah dan menutup toko-toko.



Para kritikus awalnya mencap tanggapan itu hanya “basa-basi” dan kemudian menyalahkan Abe karena kurangnya kepemimpinan.

Baca Juga: Sejarah Hari Ini: 8 Juli 1990 Jerman Barat Juara Piala Dunia

Shinzo Abe akhirnya melepaskan jabatan sebagai Perdana Menteri Jepang pada September 2020 akibat kondisi kesehatan yang memburuk selama hampir dua tahun.

Dia berperan penting dalam memenangkan Olimpiade 2020 untuk Tokyo dan memiliki keinginan untuk memimpin Olimpiade.

Shinzo Abe bahkan muncul sebagai karakter video game Nintendo Mario selama penyerahan Olimpiade 2016 di Rio de Janeiro.

Dinasti

Shinzo Abe berasal dari keluarga politik yang mapan. Ayahnya merupakan mantan Menteri Luar Negeri Jepang dan paman buyutnya pernah menjabat Perdana Menteri.

Namun yang paling menonjol terkait kebijakan berasal dari kakek Abe yaitu mendiang Perdana Menteri Nobusuke Kishi.

Kishi adalah seorang menteri kabinet masa perang yang dipenjara tetapi tidak pernah diadili sebagai penjahat perang setelah Perang Dunia Kedua.

Baca Juga: Jepang Kutuk Aksi Pembunuhan Shinzo Abe, RI Sampaikan Belasungkawa



Dia menjabat sebagai perdana menteri dari tahun 1957 hingga 1960. Ia mengundurkan diri karena kehebohan publik atas pakta keamanan AS-Jepang yang dinegosiasikan ulang.

Berusia lima tahun pada saat itu, Shinzo Abe mendengar suara bentrokan antara polisi dan massa kiri memprotes pakta di luar parlemen saat ia bermain di pangkuan kakeknya.

Kishi gagal mencoba merevisi konstitusi 1947 rancangan AS-Jepang untuk menjadi mitra keamanan yang setara dengan Amerika Serikat dan mengadopsi diplomasi yang lebih tegas-isu-isu yang penting bagi agenda Abe sendiri.

Baca Juga: Penyanyi Legendaris Bob Tutupoly Meninggal Dunia

Shinzo Abe meningkatkan pengeluaran pertahanan dan menjangkau negara-negara Asia lainnya untuk melawan China yang semakin kuat.

Dia mendorong kebijakannya melalui undang-undang untuk membiarkan Jepang menggunakan hak “membela diri bersama”, atau secara militer membantu sekutu yang diserang.

Merevisi konstitusi tetap menjadi prioritas utama bagi Shinzo Abe. Namun, tujuan itu diperdebatkan karena banyak orang Jepang melihat piagam tersebut bertanggung jawab atas catatan perdamaian negara itu pascaperang.

Rezim Perang

Agenda mendasar Shinzo Abe adalah untuk keluar dari rezim pascaperang, warisan pendudukan AS yang merampas kebanggaan nasional Jepang.

Shinzo Abe juga mereformasi sistem pendidikan untuk mengembalikan adat istiadat tradisional.



Ia juga mengambil sikap bahwa generasi mendatang Jepang tidak harus terus meminta maaf atas kesalahan masa lalu negeri matahari terbit itu pada Perang Dunia Kedua.

Di hari akhir hidupnya, Shinzo Abe lebih banyak menghabiskan waktu di kegiatan Partai Demokrat Liberal (LDP). Ia tetap mendominasi Partai Demokrat Liberal (LDP) yang berkuasa dan mengendalikan salah satu faksi utama partai.

Shinzo Abe pun menghembuskan nafas terakhir setelah ditembak saat berkampanye untuk pemilihan parlemen.



Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya