SOLOPOS.COM - Ketua Umum Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) Agus Jabo Priyono memberi keterangan kepada wartawan di DPP Prima, Jakarta Pusat, Jumat (3/3/2023). (ANTARA/Putu Indah Savitri).

Solopos.com, JAKARTA — Ketua Umum Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) Agus Jabo Priyono mengakui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) tidak punya wewenang untuk mengadili sengketa pemilu.

Agus Jabo menegaskan pihaknya mengajukan permasalahan ini ke pengadilan negeri bukan untuk mengadili sengketa pemilu melainkan sebagai upaya untuk mengadili perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu, yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Promosi Usaha Endog Lewo Garut Sukses Dongkrak Produksi Berkat BRI KlasterkuHidupku

“Kami paham pengadilan negeri tidak punya wewenang untuk mengadili sengketa pemilu. Karenanya yang kita ajukan ke sana adalah perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu, yaitu KPU,” ujar Agus Jabo kepada wartawan di DPP Prima, Jakarta Pusat, Jumat (3/3/2023).

Agus mengklarifikasi bahwa pihaknya meminta untuk menghentikan proses pemilihan umum (pemilu) yang telah berlangsung agar Prima bisa berpartisipasi.

Jika tahapan pemilu tetap dilanjutkan, kata dia, otomatis Prima tidak akan ikut berkompetisi.

Agus Jabo yang juga aktivis tahun 1998 itu menegaskan, yang diinginkan oleh partainya hanyalah menjadi peserta Pemilu 2024, dan berbagai langkah hukum pun telah ia tempuh.

Ia memaparkan Prima sempat melayangkan gugatan sengketa verifikasi partai politik ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), terkait dengan status Prima yang dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS) oleh KPU.

Atas gugatan tersebut, Bawaslu pun memerintahkan KPU untuk memberikan kesempatan bagi Prima memperbaiki dokumen administrasi dalam kurun waktu 1×24 jam.

Meskipun demikian, Prima tetap dinyatakan TMS sehingga gagal menjadi partai politik peserta Pemilu 2024.

“Kami sudah melakukan langkah-langkah hukum, upaya-upaya hukum ke Bawaslu, kemudian ke PTUN, tetapi hasil dari proses upaya hukum yang kami lakukan itu buntu. Maka kemudian, atas nama hak asasi manusia sebagai warga negara yang punya hak politik, kami mengajukan permohonan gugatan ke pengadilan negeri,” ucap Agus Jabo seperti dikutip Solopos.com dari Antara.

Sebelumnya diberitakan, majelis hakim yang mengadili gugatan perdata No 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst memutuskan KPU untuk tidak melaksanakan sisa tahapan pemilu 2024.

Gugatan itu diajukan oleh Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai (DPP) Prima Agus Priyono dan Sekretaris Jenderal Dewan DPP Prima Dominggus Oktavianus Tobu Kiik selaku pihak penggugat terhadap KPU yang diwakili oleh Ketua Umum KPU Hasyim Asyari sebagai tergugat.

Dalam putusannya, majelis hakim menyebut menerima gugatan penggugat untuk seluruhnya, menyatakan penggugat adalah partai politik yang dirugikan dalam verifikasi administrasi oleh tergugat serta menghukum tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan pemilihan umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari.

Dengan memulai tahapan pemilu dari awal, otomatis pelaksanaan Pemilu 2024 harus mundur hingga Juli 2025.

Majelis hakim menyatakan KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum.

Alasan yang disampaikan hakim adalah karena adanya fakta-fakta hukum telah membuktikan telah terjadi kondisi error dalam Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) karena faktor kualitas alat yang digunakan dan/atau faktor di luar alat itu sendiri saat penggugat mengalami kesulitan dalam menyampaikan perbaikan data peserta partai politik ke dalam Sipol.

“Artinya tergugat menetapkan status penggugat tidak memenuhi syarat (TMS) tentunya keadaan sedemikan merupakan sebuah ketidakadilan. Oleh karena itu, tergugat selaku organ yang bertanggung jawab harus dapat diminta pertanggungjawabannya atas kerugian materiel dan immateriel yang dialami penggugat,” ungkap hakim.

Apalagi, Putusan Bawaslu No. 002/PS.REG/BAWASLU/X/2022 pada pokoknya memerintahkan KPU untuk memberi kesempatan kepada Partai Prima untuk memperbaiki dokumen persyarakat perbaikan parpol calon peserta pemilu.

Kegaduhan yang dipicu putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat agar Pemilu 2024 ditunda menimbulkan protes sejumlah tokoh, di antaranya Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md.

Mahfud Md. menyebut PN Jakpus membuat sensasi berlebihan.

Dalam unggahan di Instagram pribadinya, @mohmahfudmd, Menkopolhukam menyebut hakim PN tidak punya wewenang mengadili sengketa pemilu.

Mahfud Md. meminta KPU banding dan melawan habis-habisan putusan nyeleneh dari PN Jakpus tersebut.

“Sengketa terkait proses, administrasi, dan hasil pemilu itu diatur tersendiri dalam hukum. Kompetensi atas sengketa pemilu bukan di pengadilan negeri. Sengketa sebelum pencoblosan jika terkait proses admintrasi yang memutus harus Bawaslu tapi jika soal keputusan kepesertaan paling jauh hanya bisa digugat ke PTUN,” kata Mahfud Md.

Berbeda

Sama dengan Mahfud, Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra menilai putusan majelis hakim PN Jakarta Pusat yang menunda Pemilu 2024 merupakan hal yang keliru.



Yusril menjelaskan gugatan Partai Prima yang tidak lolos sebagai peserta Pemilu adalah gugatan perdata.

Dalam gugatan perdata, kata Yusril, yang bersengketa adalah penggugat (Prima) dengan tergugat (KPU) dan tidak menyangkut pihak lain.

Putusan dalam sengketa perdata hanya mengikat penggugat dan tergugat saja.

“Tidak dapat mengikat pihak lain. Putusannya tidak berlaku umum dan mengikat siapa saja atau erga omnes. Saya berpendapat majelis hakim keliru membuat putusan dalam perkara ini,” kata Yusril Ihza Mahendra di Jakarta, Kamis (2/3/2023), seperti dikutip Solopos.com dari Antara.

Yusril menekankan putusan PN Jakpus berbeda dengan putusan di bidang hukum tata negara dan administrasi negara seperti pengujian undang-undang oleh Mahkamah Konstitusi (MK) atau peraturan lainnya oleh Mahkamah Agung (MA).

Sifat putusannya berlaku bagi semua orang (erga omnes).

Dalam kasus gugatan perbuatan melawan hukum oleh Partai Prima, lanjut dia, jika gugatan ingin dikabulkan majelis hakim, putusan itu hanya mengikat Partai Prima sebagai penggugat dan KPU sebagai tergugat, tidak mengikat partai-partai lain, baik calon maupun sudah ditetapkan sebagai peserta pemilu.

Jika majelis hakim berpendapat gugatan Prima beralasan hukum, menurut Yusril, KPU harus dihukum untuk melakukan verifikasi ulang terhadap Prima tanpa harus mengganggu partai-partai lain dan mengganggu tahapan pemilu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya