Jakarta–Pemerintah meminta Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi UU No 5/1965 tentang penodaan/penistaan agama. Jika UU ini dihapus maka seseorang dapat menistakan agama tanpa bisa dipidana.
“Jika UU ini dihapus maka di kemudian hari seseorang boleh melakukan penodaan agama dan tidak dipidana. Ini bisa menimbulkan main hakim sendiri dan aparat hukum tidak punya pijakan untuk menindak pelanggaran,” kata Menteri Agama (Menag) Suryadharma Ali dalam persidangan di Gedung MK, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (4/2).
Promosi BRI Sukses Jual SBN SR020 hingga Tembus Rp1,5 Triliun
Suryadharma menyatakan UU itu dibuat dalam kondisi normal, bukan dalam keadaan darurat. Sehingga UU itu memperhatikan kebutuhan masyarakat yang ada.
“Produk hukum itu tidak dibuat dengan semena-mena dan serampangan. Sehingga UU itu memperhatikan kebutuhan masyarakat baik saat itu maupun ke depan,” katanya.
Suryadharma juga mempertanyakan kedudukan hukum pemohon. Karena berdasarkan penelusuran pemerintah, identitas pemohon telah memeluk agama. Selain itu para pemohon juga tidak dalam posisi terganggu dalam menjalankan keyakinanya.
“Jadi kami minta pemohon membuktikan hak konstitusionalnya terganggu,” katanya.
Pernyataan Suryadharma itu disambut takbir oleh anggota FPI yang memenuhi balkon ruangan sidang MK. Ketua Majelis Hakim Mahfud MD sempat menegur para preserta sidang agar tetap tenang.
“Anda tidak boleh berteriak-teriak dalam ruangan. Kalau masih berteriak-teriak silakan di luar,” katanya.
Suryadharma meminta majelis hakim menolak seluruh isi permohonan. Hal ini disebabkan para pemohon tidak memiliki legal standing.
“Memohon pada majelis hakim memutuskan bahwa para pemohon tidak punya legal standing dan menolak seluruh isi permohonan atau setidaknya permohonan tidak dapat diterima,” katanya.
dtc/isw