SOLOPOS.COM - Polisi berjaga di lokasi ledakan yang diduga bom di Terminal Kampung Melayu, Jakarta Timur, Rabu (24/5/2017) malam. (JIBI/Solopos/Antara/Sigid Kurniawan)

Mantan napi terorisme menyebut tujuan terorisme saat ini sudah berubah.

Solopos.com, JAKARTA — Mantan narapidana kasus terorisme, Agus Dwikarna, mengatakan cara dan tujuan teroris sekarang berbeda dengan dulu. Jika dulu aksi dilakukan untuk membela sesama muslim yang tertindas, kini sudah membabi buta.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

“Ghirah [hasrat] dan tujuan jihad pada zaman kami berbeda dengan sekarang. Dulu kami berangkat ke Afganistan dan Ambon murni ingin membela sesama muslim yang tertindas,” kata dia, di Jakarta, Jumat (14/7/2017), dikutip Solopos.com dari Antara.

Selain itu, lanjut pria yang pernah dipenjara 11 tahun di Filipina atas tuduhan membawa bahan peledak di Bandara Ninoy Aquino, Manila, dan terlibat terorisme pada 2002 itu, pada eranya tidak pernah terjadi penyerangan terhadap aparat secara membabi buta seperti sekarang ini.

Dia menegaskan, dia bersama para mantan narapidana terorisme siap mendukung penuh upaya pencegahan radikalisme-terorisme oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). “Karena kami pernah berada di sana sehingga banyak tahu seluk beluk sel-sel terorisme di Indonesia,” ujar dia.

Terkait program deradikalisasi atau pembinaan yang dilakukan BNPT selama ini, Agus menilai program itu sangat bagus dan harus terus ditingkatkan. Hanya, kata dia, perlu sosialisasi lebih banyak lagi agar semua bisa memahami maksud dan tujuan program itu.

Hal senada dikemukakan Iqbal Husaini alias Romli alias Rambo. Menurut dia, penolakan program deradikalisasi karena program itu masih belum membumi. “Di kalangan masyarakat umum masih banyak yang tidak paham dengan program itu, bahkan ada yang antipati, apalagi kelompok radikal,” kata pria yang pernah mendekam di penjara selama empat tahun karena terlibat pengiriman senjata dalam konflik Ambon itu.

Menurut dia, BNPT perlu melakukan kampanye secara masif agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam mengartikan program deradikalisasi itu. Dalam hal ini, BNPT tidak bisa sendiri dan harus melibatkan tokoh agama dan juga mantan narapidana terorisme.

“Karena sangat sulit mendekati kawan-kawan yang masih memiliki pemikiran keras. Terlebih pola gerakan kelompok radikal sekarang tidak hanya di ranah offline, tapi telah menyasar dunia online [dunia maya],” kata Rambo.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya