SOLOPOS.COM - Mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara (kanan) berjalan meninggalkan ruangan usai bersaksi dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (6/4/2023). Pada persidangan tersebut Rudiantara?dihadirkan sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan satelit slot orbit 123 derajat bujur timur (BT) di Kementerian Pertahanan (Kemhan) tahun 2012-2021 untuk terdakwa mantan Dirjen Kekuatan Pertahanan Kemenhan Laksamanan Muda (Purn) Agus Purwoto, Komisaris Utama PT Dini Nusa Kusuma (DNK) Arifin Wiguna, Direktur Utama PT DKN Surya Cipta Witoelar dan Senior Advisor PT DNK Thomas Anthony Van Der Heyden. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/rwa.

Solopos.com, JAKARTA — Mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara menjadi saksi dalam sidang tindak pidana korupsi pengadaan satelit slot orbit 123 derajat Bujur Timur (BT) di Kementerian Pertahanan (Kemenhan) pada 2015 – 2016 di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (6/4/2023). 

Rudiantara dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa mantan Dirjen Kekuatan Pertahanan Kemenhan Laksamanan Muda (Purn) Agus Purwoto, Komisaris Utama PT Dini Nusa Kusuma (DNK) Arifin Wiguna, Direktur Utama PT DKN Surya Cipta Witoelar, dan Senior Advisor PT DNK Thomas Anthony Van Der Heyden. 

Promosi Klaster Usaha Rumput Laut Kampung Pogo, UMKM Binaan BRI di Sulawesi Selatan

Keempatnya diduga melakukan pengadaan satelit slot orbit 123 derajat BT kontrak sewa satelit Artemis dari Avanti dengan dalih bahwa dalam kondisi darurat untuk menyelamatkan Alokasi Spektrum pada slot orbit 123 derajat BT.

Namun, ternyata satelit Artemis yang telah disewa tidak berfungsi karena spesifikasi satelit tersebut tidak sama dengan satelit sebelumnya, yaitu Garuda-1.

Slot orbit 123 BT merupakan satu dari tujuh wilayah angkasa yang diberikan oleh International Telecommunication Union (ITU) kepada Indonesia. Slot orbit ini sempat dipakai untuk Satelit Garuda-1 yang masa operasinya berakhir pada 2015.

Satelit Garuda keluar orbit dari slot orbit 123 derajat Bujur Timur (BT) sehingga terjadi kekosongan pengelolaan. Aturan International Telecommunication Union (ITU) PBB menyatakan negara pengelola diberi tiga tahun untuk mengisi kembali slot orbit. Jika tidak, slot itu bisa digunakan negara lain.

Kementerian Pertahanan menyewa Satelit Artemis, satelit sementara pengisi orbit (floater) milik Avanti Communication Limited. Padahal Kementerian Komunikasi belum menyetujui permintaan Kementerian Pertahanan.

Pada 2017, lewat Arbitrase di London, Avanti menggugat Indonesia karena dianggap wanprestasi akibat belum membayar sewa satelit L-band Artemis. Kontrak sewa Artemis dari Avanti senilai 30 juta dolar AS, tapi Kementerian Pertahanan baru membayar 13,2 juta dolar AS.

Arbitrase di London memutuskan Indonesia harus membayar sewa Satelit Artemis, biaya arbitrase, biaya konsultan, dan biaya filing satelit sebesar Rp 515 miliar dan pada 22 Mei 2021, Arbitrase Singapura memutuskan Indonesia harus membayar Rp 314 miliar kepada Navayo.

Kerugian negara yang diakibatkan dari pengadaan tersebut berdasarkan laporan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Nomor: PE.03.03/SR-607/D5/02/2022 tanggal 12 Agustus 2022 adalah Rp453 miliar.

 

Sumber: Antara

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya