SOLOPOS.COM - Ilustrasi Hoaks (Solopos/Whisnupaksa)

Solopos.com, MATARAM–Belakangan ramai berita bohong atau hoaks mengenai penculikan anak. Polisi menegaskan penyebar hoaks tentang penculikan anak hingga menimbulkan keonaran/kegaduhan di tengah masyarakat bisa dipidana 10 tahun penjara.

Merespons banyaknya hoaks tentang penculikan anak, Kapolda Nusa Tenggara Barat (NTB) Irjen Pol. Djoko Poerwanto menerbitkan maklumat No.  MAK/1/II/2023 pada 1 Februari 2023 lalu.

Promosi UMKM Binaan BRI Ini Jadi Kuliner Rekomendasi bagi Pemudik di Pekalongan

Pelaksana Harian (Plh) Kepala Bidang Humas Polda NTB Kombes Pol. Lalu Muhammad Iwan Mahardan di Mataram, Jumat (3/1/2023), mengatakan ihwal penyebaran hoaks mengenai penculikan anak terdapat pada poin keempat maklumat.

Penyebar hoaks dapat dijerat dengan Pasal 14 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana maksimal 10 tahun penjara. Sementara, bagi penyebar berita bohong melalui media sosial juga dapat dijerat Pasal 45A UU No. 19/2016 perubahan UU No. 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Pada perkara itu, pelaku bisa dipidana dengan hukumam maksimal enam tahun penjara dan denda maksimal Rp1 miliar.

Selain menyampaikan hal itu, Kapolda NTB dalam maklumat menegaskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) menjamin kesejahteraan setiap warga negara.

Itu termasuk menjamin perlindungan hak anak yang merupakan tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa.

Lalu Muhammad Iwan meminta para orang tua meningkatkan pengawasan terhadap anak. Salah satu hal yang dapat dilakukan untuk mencegah kejahatan penculikan yakni memberi pengertian kepada anak agar tidak berinteraksi dengan orang tidak dikenal serta tidak menggunakan barang atau perhiasan mencolok sehingga dapat menarik perhatian pelaku kejahatan.

“Orang tua juga diminta tidak panik dan resah menanggapi isu penculikan anak. Apabila melihat orang yang mencurigakan segera laporkan kepada RT/RW dan tidak melakukan tindakan main hakim sendiri. Cukup melaporkan kepada petugas kepolisian terdekat atau melalui hotline 110 dan aplikasi daring Super App,” ujarnya.

Dalam maklumat, Kapolda NTB menyampaikan perihal ancaman pidana hukuman paling berat 15 tahun penjara dan denda paling banyak Rp300 juta bagi penculik anak.

Ancaman pidana tersebut sesuai Pasal 76 F juncto Pasal 83 UU No. 35/2014 diubah dengan UU No. 23/2022 tentang Perlindungan Anak.

 

Hoaks Penculikan Anak di Surabaya

Pada bagian lain, Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menegaskan kabar tentang penculikan anak sekolah di Surabaya yang ramai di media sosial atau grup WhatsApp (WA) akhir-akhir ini adalah hoaks.

“Pak Kapolda Jatim juga sudah menyampaikan bahwa isu itu di Jatim adalah hoaks. Kemarin memang ada kabar penculikan anak di sekolah, saya cek ternyata tidak ada,” kata Eri Cahyadi dalam keterangan tertulisnya di Surabaya, Jumat.

Menurut dia, kabar tentang penculikan anak sama halnya dengan isu mengenai geng motor yang diunggah ulang. Meski tidak diketahui pasti kapan itu dibuat, namun video atau foto yang beredar di media sosial (medsos) atau grup WA, dipastikan sudah lama.

“Ini sama dengan geng motor, sudah tidak ada, dibilang ada, video lama diputar. Akhirnya Pak Kapolres turun (mengecek) yang membuat video siapa, video tahun berapa, kan tahu semua. Sama seperti Pak Kapolda kemarin menyampaikan bahwa terkait ini (penculikan anak) adalah hoaks di Jatim,” kata Cak Eri panggilan akrabnya.

Oleh sebab itu Cak Eri mengimbau kepada masyarakat, khususnya orang tua, agar tetap tenang ketika mendapatkan kabar tentang penculikan anak. Meski kabar itu dipastikan hoaks, dia juga meminta masyarakat agar waspada.

“Makanya bapak ibu harus tenang hatinya. Kedua, tidak boleh jemawa, pastikan anaknya yang menjemput [sekolah] siapa,” ujarnya.

Selain pihak sekolah, menurutnya, peran para orang tua dalam menjaga sang buah hati juga penting. “Kalau [anak] pulang sekolah jangan dilepas begitu saja. Kalau orang tuanya bekerja, pasti ada orang yang dipercaya untuk menjemput, [misal] becak yang menjadi langganan, mungkin begitu, atau siapa itu. Ayo jaga bersama-sama,” ucapnya.

Cak Eri menyatakan sebelumnya Dinas Pendidikan (Dispendik) Kota Surabaya telah mengimbau para orang tua dapat memastikan siapa yang menjemput anak. Meski begitu, tidak semua orang tua sanggup menjemput anaknya karena bekerja.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya