SOLOPOS.COM - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum,dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud Md dan Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam konferensi pers di Kementerian Keuangan, Sabtu (11/3/2023). (JIBI-Bisnis/ Ni Luh Angela).

Solopos.com, JAKARTA — Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud Md. kukuh mengungkap transaksi mencurigakan Rp349 triliun di Kementerian Keuangan ke publik meski mendapat sorotan miring dari sejumlah anggota DPR.

Menkopolhukam tidak takut diperkarakan secara hukum karena yakin apa yang dilakukannya tidak melanggar hukum.

Promosi Desa BRILiaN 2024 Resmi Diluncurkan, Yuk Cek Syarat dan Ketentuannya

Mahfud Md. tak takut dengan gertakan sejumlah anggota DPR terkait langkahnya mengungkap transaksi mencurigakan di Kemenkeu.

“Saudara jangan gertak-gertak, saya bisa gertak juga. Saudara bisa dihukum menghalang-halangi penyidikan, penegakan hukum,” ujar Mahfud dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi III dan Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU di Gedung Nusantara II DPR, Rabu (29/3/2023).

Kegeraman Mahfud disulut sikap beberapa anggota Komisi III yang berulang kali menginterupsi padahal dirinya baru mulai berbicara.

Meskipun menyebut ada transaksi uang Rp349 triliun yang janggal, Mahfud tidak menyebut nama orang sehingga tidak bisa dijerat hukum.

“Saya umumkan kasus itu adalah sifatnya agregat, jadi perputaran uang tidak menyebutkan nama orang, tidak menyebut nama akun. Itu tidak boleh agregat bahwa perputaran uang laporan itu Rp349 triliun. Agregat,” ujar Mahfud

Kalaupun menyebut nama, menurut Mahfud, nama yang disebut tersebut sudah menjadi kasus hukum seperti perkara Rafael Alun Trisambodo dan Angin Priyatno.

Nama lain yang kemudian muncul, kata Mahfud, justru disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani.

“Saya tidak sebut nama, yang menyebut nama inisial bukan saya, Bu Sri Mulyani. Nanti tanyakan kepada beliau. Itu justru salahnya di situ,” kata dia seperti dikutip Solopos.com dari Antara.

Mahfud menjelaskan informasi soal transaksi janggal Rp349 triliun berasal dari Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana.

Pengungkapan informasi yang telah dilakukannya selama ini, menurut dia, sesuai dengan Undang-Undang Dasar (UUD) NRI Tahun 1945.

“Saudara ini ada ketentuan di UUD yang tidak boleh menyebut itu kalau menyangkut identitas seseorang, nama perusahaan, nomor akun, dan sebagainya. Profil entitas yang terkait yang melakukan transaksi terlapor, nilai, tujuan transaksi itu semua tidak boleh disebut. Saya tidak menyebut apa-apa hanya menyebut angka agregat,” ungkapnya.

Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Mahfud Md dan jajaran bersama Komisi III berlangsung panas dan diwarnai hujan interupsi.

Mahfud Md. yang membikin heboh publik karena mengungkap transaksi janggal senilai Rp349 triliun seperti dikeroyok anggota Komisi III.

Nada suara Mahfud sempat meninggi dan meminta anggota DPR tidak menanyainya seperti polisi menginterogasi copet.

“Posisi DPR dan pemerintah itu sejajar, saling buka data saja. Jadi jangan seperti polisi menginterogasi copet,” tegas Mahfud.

Rapat berlangsung panas dan diwarnai hujan interupsi. Pada pukul 17.00 WIB rapat diskors untuk berbuka puasa. Rapat akan dilanjutkan pukul 19.00 WIB.

Serangan terhadap Mahfud di antaranya datang dari anggota FPDIP, Arteria Dahlan. Arteria Dahlan menyebut laporan PPATK soal transaksi mencurigakan itu seharusnya tak boleh diumumkan ke publik.

Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, kata Arteria, ada ancaman pidana 4 tahun bagi yang membocorkan.

“Setiap orang, itu termasuk juga menteri, termasuk juga menko (menteri koordinator), ya, yang memperoleh dokumen atau keterangan, dalam rangka pelaksanaan tugasnya, menurut UU ini wajib merahasiakan dokumen atau keterangan tersebut,” ucap Arteria dalam rapat kerja (raker) antara PPATK dan Komisi III DPR di kompleks parlemen, Jakarta, Selasa.

Menurut dia, setiap orang yang melakukan pelanggaran terhadap pasal tersebut dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.

“Ini serius. Nanti teman-teman, kami (anggota Komisi III DPR) akan ada sesi berikutnya untuk klarifikasi,” ucap Arteria.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya