SOLOPOS.COM - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, Kamis (20/7/2023) menegaskan bahwa tidak boleh ada intervensi dari siapa pun terhadap kerja Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). (Solopos.com/Istimewa/Dok. Kemenko Polhukam)

Solopos.com, JAKARTA — Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD meminta para pihak untuk menyudahi kisruh perdebatan antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan TNI.

Kisruh tersebut terkait prosedur penetapan tersangka Kepala Basarnas Marsekal Muda Henri Alfiandi dan Letkol Adm ABC selaku Koordinator Staf Administrasi.

Promosi BRI Perkuat Kolaborasi Strategis dengan Microsoft Dorong Inklusi Keuangan

“Meskipun harus disesalkan, problem yang sudah terjadi itu tak perlu lagi diperdebatkan berpanjang-panjang. Yang penting kelanjutannya yakni agar terus dilakukan penegakan hukum atas substansi masalahnya yakni korupsi,” kata Mahfud MD dalam keterangan tertulis yang diterima Solopos.com, Sabtu (29/7/2023).

Sebab, Mahfud menilai KPK telah mengakui kekhilafannya akibat m melampaui kewenangan. Sementara TNI telah mendapatkan masalah pokok kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di lingkungan Basarnas TA 2021-2023.

“KPK sudah mengaku khilaf secara prosedural. Sedangkan di lain pihak TNI juga sudah menerima substansi masalahnya, yakni sangkaan korupsi untuk ditindaklanjuti berdasar kompetensi peradilan militer,” ucapnya.

Sehingga, sambung Mahfud, substansi korupsinya yang telah diinformasikan dan dikoordinasikan kepada TNI oleh KPK, kemudian akan menjerat dua anggota TNI untuk dituntaskan melalui Pengadilan Militer.

“Perdebatan tentang ini di ruang publik jangan sampai menyebabkan substansi perkaranya kabur sehingga tak berujung ke Pengadilan Militer,” terangnya.

Kendati begitu, Mahfud menyadari kritik terhadap sistem peradilan militer, kerap sulit membawa oknum militer ke peradilan. Namun untuk kasus ini dia yakin pelaku akan diganjar dengan sanksi hukum yang tegas.

“Meskipun terkadang ada kritik bahwa sulit membawa oknum militer ke pengadilan. tetapi biasanya jika suatu kasus sudah bisa masuk ke pengadilan militer sanksinya sangat tegas dengan konstruksi hukum yang jelas,” pungkasnya.

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johanis Tanak meminta maaf kepada pihak TNI lantaran menetapkan Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfandi sebagai tersangka kasus dugaan suap pengadaan alat pendeteksi korban reruntuhan.

“Kepada Panglima TNI dan jajaran TNI atas kekhilafan ini kami mohon dapat dimaafkan dan ke depan kami akan berupaya kerja sama yang baik antara TNI dengan KPK dan aparat penegak hukum yang lain dalam upaya penanganan pemberantasan tidak pidana korupsi,” tuturnya.

Sebelumnya dalam konferensi pers di Mabes TNI Cilangkap Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI Marsekal Muda (Marsda) TNI Agung Handoko menilai OTT dan penetapan tersangka yang dilakukan KPK terhadap Marsdya TNI Henri Alfiandi (HA) dan Letkol Adm Afri Budi Cahyanto (ABC), tidak sesuai dengan prosedur.

“Kami terus terang keberatan kalau itu ditetapkan sebagai tersangka, khususnya untuk yang militer. Karena kami punya ketentuan sendiri, punya aturan sendiri. Namun, saat press conference ternyata statement itu keluar, bahwa Letkol ABC maupun Kabasarnas Marsdya HA ditetapkan sebagai tersangka,” kata Agung di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur, Jumat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya