SOLOPOS.COM - Lanjar (dok)

Solopos.com, SOLO–Kasus kecelakaan maut di Srengseng, Jakarta Selatan, 6 Oktober 2022 lalu, yang membuat mahasiswa Universitas Indonesia (UI), M. Hasya Attalah Syaputra, 18, meninggal dunia membuat banyak orang terhenyak. Betapa tidak, Aparat Polda Metro Jaya justru menjadikannya tersangka dalam kasus kecelakaan yang dialaminya itu.

Meski akhirnya dihentikan demi hukum lantaran Hasya meninggal dunia, tetapi kasus itu memunculkan perdebatan. Pihak keluarga pun berencana mengajukan gugatan praperadilan.

Promosi Siasat BRI Hadapi Ketidakpastian Ekonomi dan Geopolitik Global

Usut punya usut, Mitsubishi Pajero yang terlibat kecelakaan dengan sepeda motor yang dikendarai Hasya rupanya dikemudikan purnawirawan yang berpangkat terakhir AKBP bernama Eko Setio B.W.

Kasus Hasya mengingatkan pada kondisi serupa yang dihadapi Lanjar Sriyanto warga Kalitirto, Berbah, Sleman yang lama hidup di Solo, 21 September 2009 silam. Dia menjadi orang yang dipersalahkan meski telah kehilangan istri, Saptaningsih, dalam sebuah kecelakaan lalu lintas dengan mobil di Jl. Adisucipto, dekat SPBU Blulukan, Colomadu, Karanganyar, saat hendak mudik ke Sleman pada Lebaran hari kedua. Sopir mobil yang menabrak istrinya adalah seorang polisi di Ngawi, Jawa Timur.

Lanjar kepada Solopos.com pada 29 Juli 2011 pernah menceritakan saat itu, dia memboncengkan istri dan anaknya yang berusia 10 tahun, Samto Warih Waluyo, menggunakan Yamaha Jupiter berpelat nomor polisi AD 5630 U.

Namun, saat sampai di lokasi kejadian tiba-tiba saja mobil pikap yang berada di depan mereka sekitar 5 meter mengerem mendadak. Lanjar yang kaget tak dapat mengerem lagi.

Lanjar menabrak bemper belakang mobil itu. Lanjar dan anaknya, Warih, terjatuh ke arah kiri atau utara. Sedangkan, istrinya, Saptaningsih terjatuh ke arah lajur kanan atau selatan melewati markah jalan.

Pada saat yang sama dari arah berlawanan atau timur melaju kencang mobil Isuzu Panther berpelat nomor AE 1639 JA seketika menabrak kepala Saptaningsih sebelum dirinya tergeletak di aspal. Saptaningsih meninggal dunia karena mengalami luka berat di kepala, sedangkan Lanjar dan anaknya selamat.

Suasana duka belum usai Lanjar didatangi sopir si penabrak yang ternyata seorang polisi meminta damai. Sehari kemudian Lanjar diajak mengambil motornya yang masih di kantor Satlantas Polres Karanganyar. Sesampainya di sana, Lanjar justru dimintai keterangan oleh polisi dan memberitahukan Lanjar sebagai tersangka.

“Saya merasa dibohongi waktu itu. Si penabrak itu hanya memberi saya uang santunan Rp 1,5 juta. Setelah itu saya diminta ke kantor polisi. Ternyata di sana saya sudah menjadi tersangka. Setelah menjadi tahanan luar selama dua bulan saya disidang. Saya hanya bisa pasrah hla tidak tahu apa-apa.

Untung ada pengacara dari Solo yang rela membela saya. Saya dinyatakan bersalah tapi tidak dipenjara lagi. Yang saya tidak terima, kenapa hanya saya yang diadili, sedangkan polisi itu yang menghilangkan nyawa istri saya justru tidak tersentuh sama sekali. Munkin sudah nasib saya seperti itu,” kisah Lanjar geram saat ditemui Solopos.com di rumah singgahnya di Blulukan, Colomadu, Karanganyar.

Informasi yang dihimpun Solopos.com, Senin (30/1/2023), kepedihan Lanjar tak berhenti di situ. Dia sempat bernapas lega karena majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Karanganyar memutus Lanjar bersalah tetapi tidak menjatuhkan hukuman, 4 Maret 2010.

Lanjar dianggap bersalah melanggar Pasal 359 dan 360 ayat 2 KUHP. Hakim menilai tidak bisa dijatuhkan hukuman kepada Lanjar karena ada alasan pemaaf atas kesalahannya.

“Karena telah ada alasan pemaaf maka tidak ada lagi kesalahan yang dilakukannya. Sedangkan tidak ada hukuman tanpa kesalahan sehingga terdakwa harus lepas dari tuntutan hukum,” kata ketua majelis hakim Demon Sembiring saat membacakan putusan.

Putusan hakim juga mempertimbangkan beberapa faktor seperti faktor psikologis bahwa Lanjar sangat terpukul atas kematian istrinya dalam peristiwa tersebut. Selain itu faktor sosiologis yaitu Lanjar harus menjalani kehidupan beruikutnya sebagai orang tua tunggal bagi anaknya.

Faktor lain yakni faktor ekonomi bahwa sebagai seorang buruh dia harus segera bekerja untuk menghidupi keluarganya. Selama menjalani proses hukum Lanjar sempat mendekam di penjara selama 35 hari.

Namun, setelah itu ternyata kasusnya berlanjut lantaran jaksa penuntut umum (JPU) banding. Pada peradilan tingkat pertama jaksa menuntut Lanjar dengan pidana penjara selama satu bulan tujuh hari.

Pengadilan Tinggi (PT) Semarang memutus Lanjar bersalah karena terbukti lalai sehingga mengakibatkan kematian istrinya, 25 Mei 2010. Lanjar dijatuhi hukuman penjara satu bulan tujuh hari penjara sesuai dengan masa tahanan yang telah dijalani Lanjar.

Kemudian lanjar berusaha mencari keadilan dengan menyatakan kasasi. Namun, hukum tidak berpihak padanya. Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan kasasi Lanjar dan menjatuhkan hukuman percobaan dua bulan 14 hari penjara, 23 Januari 2011.

Baca Juga

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya