SOLOPOS.COM - Hasil survei literasi dan inklusi keuangan 2019. (ojk.go.id)

Solopos.com, SOLO—Maraknya kasus pinjaman online (pinjol) dan investasi bodong beberapa tahun terakhir bisa jadi disebabkan oleh tingkat literasi keuangan masyarakat masih rendah.

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan atau OJK, hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2022 menunjukkan bahwa indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia sebesar 49,68% dan indeks inklusi keuangan sebesar 85,10%. 

Promosi BRI Bantu Usaha Kue Kering di Sidoarjo Berkembang Kian Pesat saat Lebaran

Nilai ini meningkat dibandingkan hasil SNLIK 2019, yaitu indeks literasi keuangan 38,03% dan indeks inklusi keuangan 76,19%. Namun angka tersebut masih jauh dari target yang ditetapkan oleh pemerintah, yaitu indeks inklusi keuangan sebesar 90% di akhir 2024.

Mengacu data tersebut, pada tahun 2023 ini OJK lebih fokus meningkatkan literasi  keuangan masyarakat Indonesia. Salah satu sasaran prioritas inklusi keuangan adalah pelajar dan mahasiswa.

Salah satu Mahasiswa UIN Raden Mas Said Solo, Ahmad Adib, mengatakan sampai saat ini dia belum melakukan investasi. “Belum tahu dan memang belum melakukan investasi. Selama ini pemasukan hanya dari orang tua,” ujar dia kepada Solopos.com, Rabu (22/2/2023).

Ketika ditanya tentang produk investasi yang diketahui, Adib mengaku tidak terlalu banyak mengerti mengenai investasi secara umum. “Kalau investasi biasanya, yang saya tahu, paling investasi tanah atau emas,” kata dia. 

Merespons hal tersebut, Direktur Utama PNM Investment Management (PNM-IM), Bambang Siswaji,  mengatakan pihaknya berkomitmen untuk mengedukasi berupa literasi keuangan dengan melakukan sosialisasi investasi reksadana ke perguruan tinggi.

“Ada gap yang cukup besar antara tingkat inklusi dengan tingkat literasi. Dari data OJK inklusinya itu 80%, jadi keterlibatan masyarakat dalam investasi itu sudah 80%. Tetapi tingkat literasinya hanya alias pemahamnnya itu baru 40%,” kata Bambang dalam jumpa pers bersama wartawan, Rabu (22/2/2023).

Masalah tersebut, menurut Bambang, bisa membuat pihak yang tidak bertanggung jawab memanfaatkan rendahnya pemahaman masyarakat mengenai investasi dengan melakukan praktik investasi bodong dan pinjol ilegal. 

Selain melalui edukasi perkuliahan, upaya literasi ini dilakukan dengan program kerja magang untuk mahasiswa. Program magang ini bisa dilakukan secara mandiri oleh mahasiswa maupun melalui perjanjian kerja sama Perguruan Tinggi.

Ketika magang kerja di PNM Investment Management, mahasiswa akan belajar berbagai aspek terkait kegiatan investasi pasar modal, terutama investasi reksadana. Saat ini investasi reksadana sudah mudah dilakukan terutama bagi mahasiswa. Sebab, sudah bisa melalui aplikasi online yang tersedia di gawai pintar.

“Misalnya saja lewat aplikasi PNM Sijago investasi reksadana sangat terjangkau dan bisa dilakukan sesuai kebutuhan mahasiswa. Cuma dengan Rp50 ribu saja atau dua kali minum kopi kekinian mahasiswa sudah bisa berinvestasi reksadana,” ujarnya.

Bambang optimistis dengan ditopangnya ekosistem teknologi digital ini, inklusi keuangan dan literasi investasi di Indonesia bisa mengalami peningkatan. Mengingat generasi mahasiswa atau pelajar secara umum dekat dengan teknologi digital. 

“Terciptanya budaya melek digital ini akan lebih cepat mendorong masyarakat generasi tersebut untuk menjadi melek keuangan,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya