SOLOPOS.COM - Foto ilustrasi uang (JIBI/Bisnis Indonesia)

 Ilustrasi Menyerahkan Uang (Dok/JIBI/Bisnis)


Ilustrasi Menyerahkan Uang (Dok/JIBI/Bisnis)

Solopos.com, SOLO – Pengamat Politik, Arbi Sanit, mengungkapkan budaya mahar politik oleh calon kepala daerah maupun calon legislatif merupakan imbas dari rusaknya sistem perpolitikan di Indonesia.

Promosi Klaster Usaha Rumput Laut Kampung Pogo, UMKM Binaan BRI di Sulawesi Selatan

Hal ini diungkapkan Arbi dalam Dinamika 103 Solopos FM, Jumat (20/9/2013), menanggapi setoran yang biasanya diserahkan para calon tersebut ke partai politik yang akan mengusungnya.

Mahar politik memang bukan hal yang baru dan sudah menjadi rahasia umum. Mahar politik ini berbeda dengan biaya politik, dimana biaya politik misalnya untuk membiayai saksi, mendaftar ke parpol dan sejenisnya. Meskipun memang tidak ada aturan, mengenai jumlah uang yang harus disetorkan calon kepada partai untuk mendapat dukungan.

“Sistem kaderisasi di Parpol yang tak berhasil, membuka peluang praktek mahar politik ini, karena Parpol membuka diri untuk calon dari luar. Partai seolah menjadi wadah setoran karena mereka juga mendapat untung dari uang yang masuk,” jelas Arbi.

Praktek ini menurut Arbni sulit diatasi dan harus ada perubahan substansial atau mendasar dari sistem kepartaian. Bahkan jika diperlukan harus ada aturan yang mewajibkan Parpol hanya boleh mencalonkan kadernya.  Dengan aturan tegas ini, Parpol akan benar-benar menyiapkan kadernya sejak dini serta mengatur cara kampanyenya, sehingga lebih efektif dan tidak memakan biaya besar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya