SOLOPOS.COM - Jumpa pers soal penetapan Kabasarnas jadi tersangka dugaan suap di Mabes TNI, Jumat (28/7/2023), seperti dipantau Solopos.com, dalam Breaking News KompasTV. (Istimewa/Tangkapan Layar)

Solopos.com, JAKARTA — Mabes TNI kecewa dengan KPK. Operasi tangkap tangan KPK terhadap anggota militer, Letkol Adm Afri Budi Cahyanto, dan penetapan tersangka Kepala Basarnas Marsdya Henri Alfiandi dianggap menyalahi aturan.

Mabes TNI tidak diajak koordinasi saat KPK menyidik kasus dugaan korupsi pengadaan alat deteksi korban reruntuhan hingga menetapkan dua tentara tersebut sebagai tersangka.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

“Kami terus terang keberatan kalau itu ditetapkan sebagai tersangka, khususnya untuk yang militer. Karena kami punya ketentuan sendiri, punya aturan sendiri. Namun, saat press conference ternyata statement itu keluar, bahwa Letkol ABC maupun Kabasarnas Marsdya HA ditetapkan sebagai tersangka,” kata Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI Marsekal Muda (Marsda) TNI Agung Handoko, di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur, Jumat (28/7/2023).

Menurut Agung Handoko, TNI memiliki aturan tersendiri untuk menindak anggotanya yang diduga melanggar hukum.

Sebagai lembaga penegak hukum, KPK seharusnya berkoordinasi dengan Mabes TNI jika mendapati ada dugaan pelanggaran oleh anggota militer.

Berdasarkan dokumentasi Solopos.com, penegakan hukum terhadap anggota militer diatur secara khusus dalam Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.

UU Peradilan Militer itu ditetapkan tanggal 15 Oktober 1997 oleh Presiden Soeharto.

Berdasarkan UU tersebut, semua hal terkait hukum yang melibatkan anggota TNI harus diproses oleh peradilan militer.

Kekecewaan Mabes TNI karena KPK tidak berkoordinasi sebelum menangkap serta menetapkan Marsdya Henri Alfiandi dan Letkol Adm Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan alat deteksi korban reruntuhan.

Padahal berdasarkan Pasal 1 ayat (14) dan (15) UU Peradilan Militer, pihak di luar Puspom TNI seharusnya melaporkan jika ada anggota militer yang diduga melakukan pelanggaran hukum.

Ayat 14 berbunyi,”Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seseorang karena hak atau kewajibannya berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah melakukan atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana.”

Sedangkan Ayat 15 berbunyi,”Pengaduan adalah pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum seseorang yang telah melakukan tindak pidana aduan yang merugikannya.”

Selain itu, dalam Ayat 16 disebutkan yang berhak memproses hukum anggota militer adalah penyidik di Puspom TNI.

Pasal tersebut berbunyi,”Penyidik adalah serangkaian tindakan penyidik Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti-bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.”

UU Peradilan Militer juga mengamankan proses penangkapan (Ayat 17) dan penahanan (Ayat 21) dilakukan oleh penyidik Puspom TNI.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya