SOLOPOS.COM - Terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua Hutabarat, Richard Eliezer alias Bharada E (kiri) menuju kursinya seusai berdiskusi dengan penasihat hukumnya dalam sidang tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Rabu (18/1/2023). Jaksa penuntut umum menuntut Richard Eliezer dengan hukuman 12 tahun penjara. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/foc.

Solopos.com, JAKARTA – Perang komentar dua lembaga negara terjadi terkait tuntutan 12 tahun Bharada Richard Eliezer dalam kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat.

Dua lembaga yang berseteru pendapat tersebut adalah Lembaga Perlindungan Saksi Korban (LPSK) dan Kejaksaan Agung (Kejagung).

Promosi Cuan saat Ramadan, BRI Bagikan Dividen Tunai Rp35,43 Triliun

LPSK menyarankan jaksa merevisi tuntutan kepada Richard Eliezer menjadi yang paling rendah dari empat terdakwa lainnya.

Alasannya, Richard Eliezer adalah justice collaborator yang mengungkap skenario jahat mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo dalam pembunuhan Yosua.

Namun saran LPSK ditepis Kejaksaan Agung (Kejagung). Kejagung meminta LPSK tidak cawe-cawe dalam perkara penuntutan yang merupakan kewenangan mutlak jaksa penuntut umum (JPU).

Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi menyarankan jaksa dalam persidangan kasus pembunuhan Brigadir Yosua merevisi tuntutan terhadap Richard Eliezer.

Sebagai orang yang membongkar skenario jahat Sambo, menurutnya, seharusnya tuntutan Eliezer menjadi yang paling rendah dari empat terdakwa lainnya.

“Yang sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 Pasal 10A ayat (3) dan 4, yaitu paling rendah di antara terdakwa lainnya,” kata Edwin ketika dihubungi dari Jakarta, Kamis (19/1/2023) seperti dikutip Solopos.com dari Antara.

Edwin mengungkapkan dampak panjang apabila Richard Eliezer dituntut lebih berat dari tiga pelaku lainnya.

Tuntutan tinggi jaksa terhadap Eliezer, menurutnya, dapat mengakibatkan keraguan dalam pikiran para pelaku kejahatan yang hendak bekerja sama dalam mengungkap kasus dengan status justice collaborator.

“Nanti orang (pelaku kejahatan) jadi berpikir dua kali, sejauh mana menjadi justice collaborator berdampak pada pemidanaannya,” ucap Edwin.

Justice collaborator, tutur Edwin, seharusnya mendapatkan penghargaan atas kesaksiannya.

Salah satu bentuk penghargaan tersebut adalah hukuman pidana yang lebih rendah dibandingkan pelaku lainnya.

“Mungkin di jaksa melihat kualitas perbuatannya yang disamakan dengan pelaku utama, bukan dari kontribusinya (sebagai justice collaborator),” tutur Edwin.

Sebagaimana diberitakan, JPU menuntut Richard Eliezer hukuman pidana 12 tahun penjara.

Tuntutan tersebut lebih berat apabila dibandingkan dengan tuntutan jaksa kepada tiga terdakwa lainnya, yakni Putri Candrawathi, Ricky Rizal, dan Kuat Ma’ruf.

Putri dkk. dituntut delapan tahun penjara.

Sedangkan, Ferdy Sambo dituntut dipenjara seumur hidup.

JPU menilai kelima terdakwa ini terbukti secara sah dan meyakinkan telah melanggar Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Terkait desakan itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung I Ketut Sumedana meminta LPSK tidak cawe-cawe dalam penuntutan kasus Ferdy Sambo.

Menurut I Ketut, jaksa punya otoritas dan kemerdekaan untuk menuntut seorang terdakwa kasus pidana.

Ketut mengatakan terdakwa Richard Eliezer merupakan seorang bawahan yang taat pada atasan untuk melaksanakan perintah yang salah, yakni menembak seniornya, Brigadir Yosua.

Menurut Ketut, kasus pembunuhan berencana tidak termasuk yang diatur berdasarkan Pasal 28 Ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

“Jadi, dia bukan penguat mengungkap satu fakta hukum, yang pertama justru keluarga korban,” jelas Ketut.



Sebaliknya, kata dia, terdakwa Richard Eliezer merupakan pelaku utama sehingga tidak dipertimbangkan sebagai orang yang mendapatkan JC.

“Hal tersebut sudah sesuai dengan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2011 dan Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban,” papar dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya