SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Polisi dan tentara mengamati LP Kelas I Tanjung Gusta Medan yang terbakar akibat kerusuhan, Kamis (11/7/2013). Kendati api sudah tak lagi berkobar namun LP masih belum berhasil diambil alih dari penguasaan narapidana. (JIBI/Solopos/Antara/Irsan Mulyadi)

Polisi dan tentara mengamati LP Kelas I Tanjung Gusta Medan yang terbakar akibat kerusuhan, Kamis (11/7/2013). Kendati api sudah tak lagi berkobar, Jumat (12/7/2013) dini hari, namun LP masih belum berhasil diambil alih dari penguasaan narapidana. (JIBI/Solopos/Antara/Irsan Mulyadi)

Solopos.com, MEDAN — Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) menyebut kemarahan warga binaan Lembaga Pemasyarakatan (LP) Kelas I Tanjung Gusta, Medan akibat tidak mereka beri air sejak Subuh hingga menjelang Maghrib, Kamis (11/7/2013) kemarin, sebagai pemberontakan. Polisi yang dibantu tentara hingga menjelang waktu sahur, Jumat (12/7/2013) dini hari, belum berhasil meredakan kemarahan warga binaan yang meletus menjelang waktu berbuka puasa, Kamis petang.

Promosi Siap Layani Arus Balik, Posko Mudik BRImo Hadir di Rute Strategis Ini

Tudingan pemerintah atas adanya kesengajaan perlawanan dan pemberontakan para warga binaan LP Tanjung Gusta itu dikemukakan Kepala Kanwil Kemenkumham Sumatra Utara Budi Sulaksana di hadapan Gubernur Sumatra Utara Gatot Pujo Nugroho yang mengunjungi LP tersebut, Kamis malam. “Ada sekitar 50 orang [yang diduga memberontak],” katanya sebagaimana dikutip Kantor berita pelat merah Antara yang menyaksikan pertemuan kedua pejabat pemerintah itu.

Sebelumnya, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Denny Indrayana saat teleconference dengan TV One, Kamis malam, mengakui buruknya perlakuan negara kepada narapidana dan tahanan. Penjara-penjara di Indonesia dipaksakan menampung warga binaan hingga melebihi kapasitas, LP Kelas I Tanjung Gusta Medan disebut-sebut sebagai salah satu yang terburuk.

Pengakuan serupa juga disampaikan Wamenkumham melalui siaran pers tertulis yang diterima Liputan6.com, Kamis malam. Menurut dia, berdasarkan laporan Sistem Database Pemasyarakatan (SDP), jumlah hunian di Lapas Tanjung Gusta per 11 Juli 2013 adalah 2.600 orang yang terdiri atas 2.594 narapidana dan 6 tahanan. “Jumlah itu melebihi kuota sampai 247% dari kapasitas maksimal lapas yang seharusnya hanya 1.054 orang.”

Persoalan kapasitas yang berlebih itu, tegas dia, bukan hanya terjadi di Medan tetapi juga di LP kota-kota besar lain Indonesia. Hal itu terjadi karena kapasitas LP yang berbanding terbalik dengan jumlah narapidana. “Sejauh ini, kondisi tetap aman karena kerja keras petugas yang melakukan pendekatan lebih personal, tidak hanya bersandar pada kekuatan penjagaan semata,” kata Denny menutup pernyataan dengan pujian bagi jajarannya.

Penelusuran pers sepanjang Kamis malam menunjukkan bahwa insiden yang berbuntut kaburnya sekitar 200 narapidana LP Tanjung Gusta itu dipicu padamnya aliran arus listrik yang berimbas pada tak mengalirnya air di penjara tersebut. Alhasil seharian para narapidana tak mendapatkan air yang mereka butuhkan untuk pelbagai kebutuhan.

Beberapa jam menjelang waktu berbuka puasa, protes narapidana atas kondisi tersebut meluas. Pengelola LP pun akhirnya menghidupkan generator set (genset) untuk mengalirkan air yang dibutuhkan warga binaan. Terlambat, dengan keterbatasan daya listrik dari genset, tak seluruh bagian LP kebagian air. Protes pun lalu berubah menjadi amuk massa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya