SOLOPOS.COM - Direktur LBH-AP PP Muhammadiyah, Taufiq Nugroho (kedua dari kiri) saat menyampaikan tuntutannya terkait kasus ujaran kebencian terhadap warga Muhammadiyah, Minggu (30/4/2023). (Istimewa/LBH PP Muhammadiyah)

Solopos.com, JOGJA — Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Publik (LBH-AP) Pemimpin Pusat Muhammadiyah mendesak Kepolisian RI untuk segera menangkap dan menetapkan tersangka terhadap dua peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIS) bernama AP Hasanuddih (APH) dan Thomas Djamaluddin (TDj) terkait kasus ujaran kebencian dan ancaman kekerasan di platform media sosial terhadap warga Muhammadiyah.

Direktur LBH-AP PP Muhammadiyah, Taufiq Nugroho, mengatakan pihaknya mendesak aparat kepolisian karena hingga kini kedua peneliti BRIN itu belum ditetapkan sebagai tersangka kasus ujaran kebencian. Padahal dugaan tindak pidana ujaran kebencian tersebut sampak sangat kuat dilakukan keduanya.

Promosi BRI Group Buka Pendaftaran Mudik Asyik Bersama BUMN 2024 untuk 6.441 Orang

Dia mendesak kepolisian supaya menetapkan tersangka dan menangkap APH dan TDj paling lama dalam jangka waktu tiga kali 24 jam.

“Kepolisian juga belum melakukan pemeriksaan terhadap TDj selaku terlapor kedua maupun ahli-ahli terkait,” kata dia dalam keterangan tertulis yang diterima Solopos.com, Minggu (30/4/2023).

Taufiq menyampaikan ada beberapa alasan Hasanuddin dan Thomas Djamaluddin harus segera ditetapkan sebagai tersangka, ditangkap, dan ditahan.

Pertama, kata dia, terdapat bukti permulaan dugaan tindak pidana ujaran kebencian seperti dalam Pasal 1 angka 20, Pasal 16, dan Pasal 17 KUHP yang dilakukan keduanya. Sehingga kedua orang tersebut layak untuk ditangkap.

“Ini dapat dilihat dari adanya bukti-bukti yang sudah dikumpulkan oleh pihak kepolisian, baik itu berita acara pemeriksana pelapor, terlapor, tangkapan layar postingan dan komentar yang menjadi barang bukti dugaan ujaran kebencian,” jelasnya.

Kedua, lanjut dia, dengan adanya sejumlah bukti yang cukup, penetapan status tersangka terhadap APH dan TDj menjadi urgen untuk dilakukan agar mencegah potensi keduanya melarikan diri, merusak, dan menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana sesuai Pasal 21 ayat 1 KUHAP dan Pasal 29 ayat 2 Perkapolri No. 6/2019.

Taufiq menjelaskan kedua orang tersebut selain dilaporkan dalam dugaan tindak pidana ancaman kekerasan juga dilaporkan terkait dugaan tindak pidana ujaran kebencian. Dalam UU ITE disebut pelaku tindak pidana ujaran kebencian terancam sanksi pidana enam tahun penjara.

“Artinya, pelaku yang diduga melakukan tindak pidana ini memenuhi kualifikasi untuk dilakukan penahanan sebagaimana ketentuan Pasal 21 ayat 4 KUHAP,” terangnya.

Selanjutnya, dia mengatakan ada banyak kasus pidana ujaran kebencian di mana terlapor langsung diproses dengan cepat. Kemudian cepat ditetapkan sebagai tersangka, ditangkap, dan ditahan.

Dia mencontohkan kasus ujaran kebencian yang dilakukan Ahmad Dhani pada 2016, Alfian Tanjung pada 2017, Alnoldy Bahari pada 2017, Bunaibo Keiya pada 2021, Bahar Smith pada 2022, dan lainnya yang dengan sangat cepat diproses pihak kepolisian.

Lebih lanjut, Taufiq menyampaikan hingga 28 April 2023 ada delapan laporan polisi di level Mabes Polri, Polda, hingga Polres terkait kasus ujaran kebencian yang dilakukan dua peniliti BRIN tersebut.

“Kasus ini sangat menggemparkan warga mengingat terduga pelaku merupakan pejabat publik dan ASN yang semestinya bijak dalam menggunakan media sosial,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya